Kriiiing… Kriiiing… (Anggap memang begitu suara dering HP saya). Suara yang membuat saya terbangun untuk menerimanya. Nama kakak perempuan tertera di layar. Pukul sepuluh pagi, pasti ada hal penting yang membuatnya melanggar perjanjian untuk tak menelpon saya sepagi ini. Dan rupanya benar apa yang saya dengar. Di ujung telepon dia berkata; “Marto, aku telpon sepagi ini untuk ngabari kamu bahwa aku mau kawin, … aku udah terlambat…”
Mendengar itu saya langsung bangkit dengan sikap tentara, dan memotong beritanya dengan cecar kecewa; “Pekok banget sih? Apa susahnya nyuruh cowokmu pakai kondom?! Semiskin itukah kalian sampai gak mampu beli? Atau nggak rela kenikmatan terusik latex setipis ari?”. Kakak terdiam di seberang telpon, saya melanjutkan dengan pertanyaan; “Sudah berapa bulan telat?”.
“Bulan? Aku telat udah tahunan bego! He he he… besok lagi, kalau orang tua ngomong tunggu sampai selesai!”. Ganti saya yang terdiam sambil mendengar kakak terkekek menang. Ketahuan banget dia sengaja mengatur alur berberita agar kesoktahuan saya tereksplor sempurna. “Idealnya di usia duapuluhan dulu kawin, bukan di saat aku kepala empat gini”, katanya. Akhirnya, bernada sok serius tapi juga terdengar menahan tawa, kakak minta maaf telah ngerjain saya dengan menyampaikan berita perkawinan yang dia tahu itu tak begitu penting bagi saya. Dia tak tahu bahwa sesungguhnya saya senang mendengar ini. Saya senang karena kakak saya senang telah membuat ibu kami senang.
Sekarang saatnya meramu alasan lain apabila ada yang kembali bertanya “Kapan giliranmu?”. Tiba-tiba saya merasa kakak kawin terlalu cepat. Kemarin-kemarin kelajangan dia saya pakai sebagai alasan etik kalau ada yang bertanya seperti itu. Tak enak kalau melangkahi kakak. Cukup nyaman untuk alasan meski semua tahu bahwa keluarga kami tak hirau lagi dengan tradisi itu. Justru melangkahi menjadi tradisi di sejarah keluarga kami. Saya memang belum memproklamasikan untuk kelak berkawin atau berkawan dengan pasangan, tapi telepon pagi ini menginspirasi untuk kawin menulis tentang perkawinan.
# 1. Istilah Kawin dan Nikah.
Saya tak akan menulis tentang ini. Saya sengaja tak mau membedakan pilihan kata ini dengan memuji yang satu dan menistakan yang lain, hanya karena salah satu berasal dari bahasa yang dianggap berbasis kesucian. Yang sejak kepopularannya, salah satu menjadi seolah hanya layak buat binatang. Moralitas menginvasi kita dalam berbahasa sehingga tercipta deskriminasi kata. Saya hanya lebih suka berpihak kepada kata yang dinistakan.
# 2. Perkawinan adalah kesalahkaprahan anggap akan Hastakarya Tuhan.
Kalau Anda meyakini kalimat bersuasana Jabariyah; “Kelahiran, kematian, jodoh, dan rejeki ada di Tangan Tuhan”, sebaiknya mulai ditinjau kembali. Tak sadarkah bahwa Tuhan sedang berproses menyapih kita? Hanya kelahiran dan kematian yang sejauh ini masih menjadi otoritas Tuhan, meski sepertinya urusan kelahiran juga mulai dilepasNya pelan-pelan. Wilayah reproduksi sudah semakin terbuka. Manusia sudah berhasil memetakan genome system dan seterusnya. Saya tak hendak membicarakan ini, melainkan “Jodoh” yang tentu maksudnya pasangan kawin.
Sudah cukup lama rejeki dan jodoh diserahkan kepada manusia. Hanya saja para orang welas-asih masih memakainya untuk memberi ketabahan bagi yang kalah tender atau yang tak pintar mendapat pasangan. “Memang belum jodohmu, Tuhan belum memberikannya buatmu” Kata orang baik itu sambil membatin, “Kalau besuk lagi mau PDKT, sikat gigi dululah!”. Para pecundang dunia itu sering lupa bahwa Nabi pernah menggaris batasan seperti ini “Urusan akhirat ikutlah aku, urusan duniawi, umatku yang lebih tahu”. Jadi Tuhan jangan dibawa-bawa lagi kalau Anda tak laku. Perkawin
an lebih menjadi urusan Naip atau kalau sial urusan Hansip.
# 3. Perkawinan itu Sakral.
Konon begitu, tapi pun saya tak tahu dari mana slogan itu bermula. Kesakralan seperti apa, juga belum pernah jelas yang dimaksud. Atau setidaknya yang terasa. Kalau yang dimaksud sakralitas adalah menangis saat ijab-kabul ataupun tatkala sakramen, itu lebih sebuah momentum, bukan keseharian. Tidak memukul istri atau tak mengumpat suami itu lebih sakral dalam keseharian, tapi tak perlu menunggu kawin kalau hanya hendak berbuat baik dan santun seperti itu.
Slogan “Perkawinan Sakral” yang tak jelas itu lantas dimaknai secara sederhana dan menciptakan garis bahwa yang tak kawin itu tak sakral. Bahkan menyumbang imbas buruk bagi mereka yang duda dan – apalagi – janda. Mereka seperti tak layak lagi melekatkan diri kepada nilai sakral itu. Dan tentu saja sungguh amat jauh dari kesucian bagi mereka yang hidup bersama tanpa ikatan perkawinan, tanpa surat nikah. Melakukan hubungan kelamin bagi yang menikah adalah ibadah, sedang yang tidak terikat perkawinan adalah zinah. Ranjang mereka adalah api neraka (jadi lebih hot dong?). Karena tak suci, hidup bersama tanpa nikah layak disebut kumpul kebo. Dokumen menjadi bernilai penting bagi kelamin orang yang berpasang-pasang, khususnya apabila menyangkut kejelasan keturunan. Seperti apabila Anda ingin memelihara anjing ras, bukan kerbau.
# 4. Perkawinan adalah Sikap Bertanggung Jawab.
Konon juga begitu, dan saya tetap belum jelas benar maksudnya. Tapi rasanya kali ini kiraan saya mendekati benar, yaitu; Seseorang baru bisa dikatakan sebagai sosok yang teruji, jikalau mampu mengatasi persoalan-persoalan yang tak ia hadapi sendiri, atau di kala sendiri. Maksudnya, Anda penikah juga wajib mengatasi persoalan pasangan Anda, tak cuma persoalan ketika Anda lajang. Saya setuju tapi tak berarti harus kawin untuk itu. Para kerbau tak bersurat tadi bukan berarti tak menghadapi persoalan yang sama.
Perkawinan sebagai sikap bertanggung Jawab sesungguhnya terdengar macho. Seolah perkawinan hanya menjadi urusan lelaki. Pameo ini menemu pelecehannya tatkala diucap oleh cowok ingusan di depan calon – mendadak – mertua; “Saya siap bertanggung jawab pak”.
# 5. Perkawinan sebagai Prestasi.
“Selamat ya!”. Ucapan itu biasa saya dengar dan kadang juga saya sampaikan kepada mempelai seakan mereka baru meraih sebuah kesuksesan. Apa yang telah mereka raih? Bukankah mereka baru memulai sebuah babak baru? Mungkin ucapan; “Selamat menempuh hidup baru, semoga sukses” lebih tepat. Ucapan sebagai doa dan dukungan. Doa dan dukungan yang tak biasa terucap kepada para kerbau lantaran mereka juga tak biasa merayakan kebersamaan dalam sebuah hari jadi. Kalau ada, mungkin redaksionalnya begini; “Selamat menempuh hidup bersama, semoga aman“.
Tapi kalau memang sebuah prestasi, tentu tak layak diucapi selamat di awal. Bolehlah pada akhir tahun pertama. Itupun dalam tradisi anniversary yang mirip jenjang MLM, baru layak disebut Pernikahan Kertas. Pemilihan simbol bahan ini seperti sebuah kesengajaan untuk mengingatkan para penikah bahwa tahapannya baru kelengkapan dokumen. Belum sampai tahapan Kawin Perak (25th), atau Emas (50th), bahkan Berlian (75th). Keawetan yang dianggap sebagai kesuksesan berumah tangga. Sebuah prestasi yang setandar ukurnya kuantitas, bukan kualitas. Saling percaya, dukungan, bebas KDRT, kemesraan, merawat anak, tim yang kuat, kesejahteraan, dan sebagainya hampir tak dipentingkan.
# 6. Perkawinan sebagai ajang unjuk keberanian.
Denny, seorang suami Katolik dalam sebuah obrolan di Kedai Utan Kayu, bertanya sarkastik kepada saya yang tak kawin; “Where are your balls?”. Balls atau biji peler adalah idio
m untuk “Keberanian”. Artinya saya tak perlu merogoh selangkangan di depan forum untuk memastikan keberadaannya, melainkan menjawabnya dengan sedikit candaan; “Di tempat yang juga sama di mana biji para pelaku selibat seperti Yesus berada”.
Mungkin dia mengira saya umat Friedrich Wilhelm Nietzsche. Nietzsche pernah mengatakan bahwa perkawinan ibarat penjara, atau dia mengibaratkan sebagai sebuah neraka dunia, saya tak ingat persis, tapi tentu esensinya sama; sebuah ketaknyamanan yang membuat saya tak berani menempuhi. Karenanya saya dianggap manusia tanpa biji, seperti semangka hasil rekayasa genetik. Atau mungkin dia secara tak sadar menjadi follower Jalaludin Rumi. Rumi pernah mengatakan; “Kalau engkau termasuk manusia pemberani, maka tempuhlah jalan Muhammad yaitu menikah, kalau tidak, setidaknya tempuh jalan Isa”.
Saya hanya tak bisa mengerti bagaimana bisa filsuf sekelas Rumi, kebijakannya masih terbingkai adu jago, siapa yang paling berani. Dan secara tak langsung kembali menandas bahwa perkawinan hanya urusan lelaki. Kalau saya terarus pola itu, saya akan ajukan bahwa di negeri yang menilai moralitas dari kelengkapan dokumen, si pemberani adalah para kebo itu. Atau mereka yang pintar berkendara tanpa SIM, sementara banyak yang berkelengkapan dokumen, tapi nyeruduk sana langgar sini. Belum lagi keberanian menyikapi ultimatum Sang Nabi untuk tak diakui sebagai umatnya bagi lajang islam. “Barang siapa membenci nikah, maka dia tidak termasuk golonganku”.
Kalau saja para pemberani itu ada bersama nabi di kala resah akan sedikitnya umat dalam hari-hari menghadapi ancaman kekuatan luar, maka pilihan kawin-mawin mereka dapat dimengerti. Saya membayangkan apabila Nabi hidup di masa sekarang, di Indonesia, di mana negeri ini dipenuhi mahluk semacam Gayus dan Robert Tantular, mungkin ultimatum beliau akan berbunyi begini; “Barang siapa berlaku korup, maka dia tidak termasuk golonganku”.
Atau sebenarnya saya meyakini Pemberani itu lebih layak disematkan kepada mempelai perempuan, mengingat merekalah yang sesungguhnya memasuki ranah ketakbebasan. Maka jangan heran kalau Anda pernah mendengar ini; “Pernikahan adalah perbudakan (Bagi perempuan), maka seseorang hendaklah melihat kepada siapa dia mengabdikan putri kemuliaannya” (Aisyah binti Abu Bakar).
# 7. Perkawinan sebagai jalan menuju tingkat lebih tinggi.
Pada tahun 2000, Saya, Mbak Sri Kusyuniati dari Yayasan Annisa Swasti (Yasanti), Yeni Rosa Damayanti (Solidaritas Perempuan), dan beberapa teman berada di sebuah komplek gereja di Cipete, Jakarta. Kami menghadiri upacara kecil pernikahan Athonk dan Laine Berman. Tak tahu dari mana ayatnya, pendeta menyampaikan petuah bahwa dalam sebuah rumah tangga, suami ibarat Tuhan dan istri ibarat umat. Suami, sebagaimana Tuhan, dia harus mampu melindungi istri yang teribaratkan umat. Sebaliknya istri, sebagaimana umat, dia harus taat dan memberi pelayanan kepada suami yang teribarat Tuhan.
Bisa dibayangkan, kami menahan tawa demi upacara sakral terebut. Mempelai pun malu dan merasa salah pilih pengkhotbah.
Ya sudah, saya cuma tak bisa membayangkkan tiba-tiba Athonk menjadi Tuhan lantaran kawin. Kalau iya, saya boleh berbangga pernah mengospek Tuhan di Gampingan. Tapi bukan itu yang hendak saya tulis di sini, melainkan pendapat bahwa seseorang seolah mendadak meningkat dewasa karenanya. Mentalitas yang tiba-tiba tak layak berkanak-kanak. Karenanya di beberapa tradisi orang yang menikah berhak mendapat “Nama Tua”.
Saya berbaik sangka untuk ini. Nama Tua dan perkawinan barangkali memang cukup mampu memaksa para muda belajar dewasa sebelum sangat tua. Perkawinan dengan dogma agama apapun, ditaburi Nama Tua secukupnya, pastilah berdampak psikologis bagi yang tak biasa. Teman seangkatan saya banyak yang berubah santun begitu kawin. Mereka menjadi tua saja ataukah juga mendewasa, saya tak tahu pasti. Ini hanya mengingatkan saya akan apa yang dikatakan Sokrates; “Dengan segala cara, menikahlah! Jika mendapatkan pasangan yang baik An
da akan bahagia, namun jika mendapatkan yang buruk, Anda akan menjadi seorang filsuf. Santai saja”. Soal Nama Tua tadi, layak kiranya menjadi salah satu alasan tunda. Rasanya nama saya sudah cukup Jadul. Tapi saya juga tak mau bertaruh ala Sokrates, meski jika kalah menjadi filsuf.
___________________________________________
Tulisan ini didedikasikan untuk kakak tersayang Wahyu Suharti
Hastakarya berjudul “Mempelai dalam Sangkar” saya rangkai dari boneka kue tart dan bekas hiasan sangkar burung.Foto oleh Ardi (ardiyunanto.multiply.com)Apabila ada kesamaan nama dalam tulisan ini, memang disengaja adanya. Jikalau yang bersangkutan berkeberatan, dengan senang hati akan diubah.
Ketoke sampeyan wis wayahe nikah lan kawin cak huahahahaha
wah, kowan kawin wae,,,pelanggan sarkem mesti ya Lik
Tulisan ttg nikah atau kawin(whatever) yg seru! G ngebosenin, diliat dri sdt pndang brbeda yg brilian! Msti sy ksh liat bwt pcr sy biar dia g trlalu serius haha.. Tfs;)
yang pasti nikah itu ngurusnya ribetapalagi klo pake numpang nikah segala, repot ngurus surat pengantar..tapii.. klo udeh cinta yaa jadi enteng ajaah..*pengamatan saya ketika kk nikah ^_^V
kereennnn…..bisa sampe langit ke tujuh tuh….wakakakkaka
sing jambon iku ra sido kok kawin to ?
tulisan tentang perkainan yang amat sangat menyegarkan, hehe 😀
Aku tertarik dengan pertanyaannya Denny tuh, “Where’s your balls?”Mom-omon, operasi phalloplasty dulu sukses kan Mas? Tulisan yang nakal… nakal… nakal…
berarti Tuhan sempet nyeni juga dong mBahhh…. sekolahe Tuhan nang Nggampingan nongkronge nag endi iki….?
selamat atas dekonstruksi nya terhadap propaganda: alias menunjukkan mereka yg menikah adalah korban propaganda, korban yg merasa jadi pahlawan berbahagia, tapi saking sengsaranya maka secara agresif mereka ingin semua orang ikut menikah juga (biar ada temannya). Lalu supaya agak valid, stempel imajiner bernama tuhan, surga dan neraka dipake…. jangan nikah yaa, ntar aku patah hati wakakkakakak
menikah pada hakikatnya di hadapan Tuhan, menyatukan Rahman dan Rahim, lalu lahirlah Rahmat…. hhehehehehhewes ora usah komentar meneh mas marto, sana kawin (dan nikah) deh, baru bisa nulis2 kaya gini.. wkwkwkkw
ohh dadi pengulu sekarang toh
di lay-out. njur diwenehi ilustrasi sik rodo akeh, ben iso dadi 25 halaman. di cetak nggo kado nikah, apik ketoe.. tak coba yo?..:D
nambah…kalo kata kawan saya, selama ada yg jual susu, kenapa harus beli sapinya…. *apaantuyak??* OOTMOEON ^^
Bilang aja mas: “May….. maybe no maybe not at all…. “
oalah mas mas….mosok jarang sikat gigi tho yo?……
Absen dulu. Lg dlm perjalanan bis besuk. Gak konsen bc nya.
Mestine Tuhan ungak-ungak, mbukak awan… lalu nulisSelamat Menikah: jeng Wahyu Suharti
Padahal kalau dipikir-pikir, segala yang terjadi di diri orang yang ‘ngibadah dan zinah itu sama. Sama-sama birahi kok. Sama-sama mencari klimaks (terutama buat laki-laki), dan telek-bull belaka kalau si penikah laki-laki memusatkan kediriannya kepada tuhan waktu sedang anu. Sampai sekarang saya masih bingung memetakan di mana nilai ibadahnya.Kedua modus itu sama-sama melibatkan nafsu rendah. “Rendah” dalam pengertian ia membuahkan “satisfaction” sesaat alih-alih “happiness” yang langgeng. Mungkin malah post orgasm conversation yang lebih berbau ibadah.
dianggap prestasi jg towah nek nu aku jg belum berprestasi hahaha
Yuuuuuu…..ayo barengan wong loro nggawe prestasiiii, aku gelem wisss….
Menyenangkan bacanya! Selamat buat mbakyunya ya mas. Btw quote-nya Socrates menyegarkan bgt ya, sangat optimis:)
Ditunggu oleh2nya mudik. Ngawi itu yg terkenal pecel yo?Masalah istilah ‘kawin’ dan ‘nikah’, lebih baik kita pakai istilah ‘kahwin’ saja kayak Malaysia, toh Upin dan Ipin sudah merasuk ke kehidupan kita
ndasmu !!
wuacuuuuu…!!!
ckckckckck… pagi2 dah pada rusuh
ikutan ahh.. wakakaka….
biasa…tukang ojeg kurang setoran
kurang setoran ato krn pada blum berprestasi?
belum berprestasi karena kurang setoran
lah sampean wis nduwe prestasi aku belum kok ya lagi mo usaha aja malah di ndhas ndhaske taa Dabb….nagsib nangsibb….
huwakakakakkakakaakkk…..kok pake emot nya sama sihh…???
ndas’e mung siji koq
kowe sing niru, wong dhisik aku le reply
gini gini mBakk….ini perlu diluruskan nichhh… (eh buat nglurusin butuh pemanasan enggak sih mBak..? )Yang bener ituuuuu karena belum bisa setoraan maka belum bisa nyetak presta dan mimik asi…
njuk padhakke gereh paa…???
weks..menite padhaaaaa, mung keri lehku ngenterrrr….
gereh ndas’e gepeng
sik nunggu mBak Pebbi sik Dabbb…. ra apik nek balapan mung wong loro ngene ikiii….*melu nyanyi ahhh….
akyu datanggggg
kurang gundhul kiy…
butuh pemanasan lahh.. eh nggak juga, kl dah berada di puncak nafsu lgsg hajar*lohk?
hufftttt…sayang dah ada Nathan… jadi kedatanganmu tak membuatku tertarik untuk mencetak prestasi mBakk…..
Ah.. ra PD kowe
Kl blum ada piye? *pertanyaan memancing
Gotrek kaya gitu aja minta diajarin … gimana mau berprestasi ??
Gundhul KO kang, mau pamitan tenan je.. hiks
loh kok…?malah nepsong sih mBakk…? prestasi lhooo.. Ingat pokok bahasan mBah Martooo….!! kahwin..!
maksude oknum bernama Gundhul …. diedit wae mbak replynya, kedawan soale, kesian Gotrek tambah minder mengko.
yang lebih layak menjawab sepertinya Suhu Tampah ini mBak…dipersilahken kang Tambirr….!!!
khan td bahas yang lurus meluruskan khan? jyakakakaaayang mule siapa dulu yoooooo
walo minta kalo yang ngajarin sampean ya teteup tak cueke kokk….
aku isih nang sawah Dabbb…benewit ku isih turah turahhh ikii…….. !
Kang Tampah sombong, aku blum ke link ama dia.. hiks…mo nyari add nya… kaga bisaa..
oh yawis dilanjut tentang meluruskannya aja dech mBakk….*kebayang Nathan nggak sabaran nunggu di HOkben…!!!
dah aku deleted
eh? hubungan nathan dengan meluruskan apa?
itu brarti prestasinya kurang
BTW, koq aku malah ngerusuh di sini?blum jawab blognya malahan… xixixiximaaph mbah marto ..
wakakakak…kae ki pancen dhemit MP kok mBakk…segala sesuatu bisa dihilangkan, termasik decoding… Iki nek meh add dheweke…. undangan (genduren) kagem Kang Tambir..! ceklik wae iku mBakkk…!!!<!–
iya dech, aku mlipir ajah ke pojokan sambil ngemut sendal swallow
kagak adaaaa….cuman kalo udfah bisa beneran lurus katanya bisa nimbul Nathan… Iya engak Dab..?
add nggak ya? add nggak ya…Kang tampah mau sama akyu? *pake gaya kemayu
artinya aku dah prestasi dunk?*mule nyambungin ke masalah sebenernya
ssst… ono sing dhuwe nick kuwi lhooo. nggegirisi uwonge, jo wani-wani nyebut jenenge. cekidot inbox mbak Febby, terimalah pinanganku
haduh jd deg2an di pinang ama kang Tampah…
aiyak aleman sok kemayuuu……*awas kalo kang Tambir kemakan rayuan gombal mukiyane mBak Pebbi…!!,(tereakkk..) Bundaaa….!!
sama-sama sudah berprestasi,… tinimbang dipinang Gotrek kakehan alesan
wakakakakka….tua tua gak tau diriiii…….*mlayuuu, (nggeret mBak Febby)
Akyu khan kemayu , maniez en imoet (*pletak… kepala gue mendadak benjol )
aisssyehhh, gombal mukiyooooo…….
kl kaga gombal , gak bakal banyak yg seneng*kaburrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
syiriiikkk…. ***nerusin chat MP sama mbak Febby
syirik tanda tak mampu mas’e kerja woiii kerjaaaaaaaaaakapan gue kerja kl cetting melulu? ckckkckcckck…. *tumben gue nyadar
Komentar yang panjang lebar di sini, dari yang fully OOT, semi OOT sampe yang seriyus, belom dibalesin sama yang punya rumah, padahal komentar saya ini masup ke komentar ke-81. Tanda-tanda tulisan menarik dibahas, atau OOT-an marak di MP?
waaaaa……iki sing nggawe aku gelaaaaaa……. trembelane tenan ik….
Vote yg ini*kaburrrrrrrrrrrrr………. takut di sambit ama yg punya rumah.*hiks… ngerasa jd perusuh dimana2
ayookkk kerjaaa…….yah sayang kagak bawa motor…. kagak bisa mampir kantor mBakkk……pulang ahh…….
kangen yaks sama akyyuuu
lipat tiker, nyangki sendhal, nuntun sepeda…Kang Tambir mo pulang kagak…? ayo nek meh mboncengg….!!!cettinge mengko meneh…
ho’ohh…..ngerasa juga kah…..?
Biar keliatan laku, sebetulnya itu strategi yang harus diperhatikan oleh penulis berbobot agar memelihara tukang OOT. Tulisan berbobot, kalau di inbox kelihatan replynya cuma sedikit, gak menarik buat dilongok orang. Ada banyak tulisan berbobot di jagad MP yang cuma terlewatkan begitu saja tanpa komentar, karena belum-belum tidak merasa welcome dengan pemilik postingan.
Salam dulu deh buat Febbie, pun Trie, salam metal dulu dong semua… Tenang Feb, juga Trie, tenang, mending jadi perusuh ketimbang jadi pesuruh, apalagi pembunuh. Yaaa… minimal bikin komentar keruh, masih dimaklumi kok, kan emang belom sembuh…
lupa beli obat
bwahahahaha…..kelakuan samaaaa……….wis ra papa mBakk, tak kancaniii…..
sida meh mulih ora Dabbb…….tinggal tenan mengo kowe ki mulih engklek mlaku lhoo…!!!
wegahhh… prestasimu baru sampe genjot sepeda onthel,.. aku udah genjot yang laen. kaga lepel dong ahhhh
Akurrrrrrrrr mas…..*haduh ketauan dech strategi gue di MP kyu… ihikz ihikzzz… wakakakakaka…..
Setubuh nih Gan… Tapi nyang punye lapak belom nongol-nongol nih. Ane rasa semaput ngeliat komentare udeh sekian banyak gini… Cak Marrrrrtttttoooooooo… tunjukkan batang bulukmuuuuuuuuu…
tak boncengan montor sama Mbak Febby wae
BTW, mnrt akyu.. OOT itu butuh kreatifitas tingkat tinggi loh… susah bikin OOT nyambung
salam tiga jarii…!!!
Jadi Febbie… Kagak heran postingan QN aja bisa sampe ratusan komentar. Tob-markotob deh…
lagi desain undangan manten mbakyu Wahyu Suharti
genjot sing enak² Kang Mas? *gaya kemayu lagi…
Opo lagi nyari gandengan buat nanti di pestanya mbayu Wahyu Suharti?
setubuh …
hooh,… kaya waktu ituhhh
saingan terbarunya Gundhul……
ahahay.. pagi2 jd enyak….*ini OOT masih nyambung ama bahasan tohk? huahahahaaa…
wuacuuuuuuu…..mingini thokkkkkk……. huffttttttt…. mBak Febbbyyyyyy, kok tega siiiihhh….. hiks
eh gundhul siapa tohk?jd penasaran… mo ketemu patner 😛
masihhh…bahasan prestasiiiii……..
Jadi mau malu.. ihikzz…
Gundhul kiy angel le nyaingi,… Inyong terong sudah membuktikan
Selamat!Postingan ini komentarnya udah nembus angka ratusan meski si punya rumah belom nunjukin kebulukan batangnya sedikit pun…
AmaltiaGundhulan mBakkk….. ceklik wae link kuwi..
ho’oh… kemana yaks?*clingukan nyari tuan rumahbaru kali ini aku liat yg gini :P*kaga nyadar ikut andil ngerusuh*
wakakakkakakkak….iya benerrr…….
90 new replies isine pebi, tampah karo trie
jiahhh diitungin getu… plus Kang Luqman tersayang dunk *kayak kita dulu kaga pik..
gak papa mBakk…..imbas dah lama nggak posting ya kek giniiii…..kalo mBak Pebb, kemarin mengaku sebagai blogger untuk mBah Marto sepertinya layak kalo dijuluki martojonywalker
iki rekor lhooo,.. Cak Marto jarang dapet reply segini banyak.
yuks bikin tembus yang laen.. rekor komen maksudnya 😛
walah ana timer e ta iki mau jebulnya….
pamittt…. sawah dan ladang menanti untuk disemai
HA ha ha, ngakak aku ki…
aku mboncengggg…sampean ngarep ngonthell…
mBak Pebbb, ayo mulihhhhh……..mangap aku durung isa mampir, Next ku usahain…. nuwun..
ikutan dechseephhh….
seephhh ^_^*serasa gue yg punya rumah di mari
Manut juga deh pamit… Ikutan. Febbie mau barengan kagak? Ato mau tetep di marih? Jagain lapake Mbah Marto yak!
taon depan saya insyaallah kawin..pada dateng yaaa..hihihi
wedehhh lapak gue ajah blum terurus :Ppamit yooo*angkat jarik lari2 kejer mas luqman*Aku ikuttttttttttttttttttttttttttt
ditunggu Di…
ini pasti tampah, trie ama luqman
Sama perempuwan kan, Di?
dhi, kmu boleh milih dari tiga orang yang menggoyang2 NDHAS nya di atas
tulisane kang marto memang aneh-aneh. Kawin itu bikin ngirit loh kang, ya setidaknya kalo pas mau kan tinggal minta, nggak perlu beli..hahahahaa
selalu menyenangkan membaca tulisan mas marto……..*curhatan hati yang ga bisa nulis*
sejauh ini udah saya cek, perempuwan om…hihi
Cek dulu baek-baek, sapa tau mantan cowok yang operasi transgender…
emang Ardi bisa bedain ? wong yang asli aja belum pernah liat koq
eh jangan salah om…pernah kok di bokep2..#aduh
cm di bokep? kaga acik*lohk?!?!?
biar acik, kasih liat yang asli donk
wah, febbie ditantangin….
sodorin miyabi ajah
kagak nemu2 relawan yg mau ngasi liat free mbak haha
ANCUUUUURRRR MINAAAAA!!!!!!Dulu gudangku nih rame didatengin begundal fundamentalis dan “orang2 suci”. Pada ngasih “nasihat”, ngedebat, ngedamprat, ngelaknat, ampe bilang murtad. Walah, sekarang isinya para begundal lain. Yowis, terima aja punya teman kek Febi, Trie, dst (Tampah kok yo ketularan). Ya Allah, sadarkanlah teman2 OOT-ku itu, semoga mereka menjadi fundamentalis (modiyar koen!).Yg komen bener (baca dan ngebahas isi) dan yang OOT semuanya tetep aku sayangi. tenang aja. Wah, jadi kangen ma kaum fundamentalis itu jadinya. kekeke….Aku mo pulang kampung dulu, ntar aku jawab komennya dengan serius. semoga ntar kalo balik lagi, isi komen udah pada ngebahas isi.Trims Temans!
semoga tidak ada yang mengamini dan mengabulkan doa ini… amiiin…..
Yg punya rumah lgsg terkapar melihat rumahnya yg ancur ini. Opsss…. maaphhhh
aku cuman mengikuti trend ses(a)at Mungkin para fundamentalis itu sudah sadar, dan takut menjadi semakin tersesat
Brarti para biarawan yang selibat itu gak punya nyali untuk secara resmi menyalurkan hasrat seksualnya pada para perempuan …Jadi teringat seorang biarawan (dosen) londo yang mengajarkan ilmu “seksualitas” secara ilmiah, teman-teman mencibirnya dengan “ah teori“, karena (setidaknya secara resmi, nek tenane walahualam) dia tidak mempraktekan hal tersebut. *** iki serius lho,.. awas nek ono sing reply OOT
iki pencerahan iki,.. aku dhuwe SIM dan berupaya untuk nyetir tidak srudak-sruduk sebagaimana diajarkan pak polisi saat akan ujian SIM. Pasti beda hasilnya driver lulusan “driving safety school” dengan “kursus mengemudi monalisa” yang cuma belajar maju-mundurkan kendaraan dan trik untuk lolos dari ujian SIM. ***reply seriyes maneh
Marriage is the triumph of imagination over intelligence.(Oscar Wilde)
aku bukan fundamentalis, aku hanya orang biasa yang ingin melihat sisi2 yang benar dari dunia ini… semoga aku bisa ^_~
Aku balas serius ya :——————————# 1. Istilah Kawin dan Nikah.kedua istilah yang sama, manusialah yang membedakan.# 2. Perkawinan adalah kesalahkaprahan anggap akan Hastakarya Tuhan.Jodoh, kalau kita sendiri kaga nyari, kaga bakal dapat. Tuhan hanya memberi jalan bukan menentukan# 3. Perkawinan itu Sakral.Setuju yang soal sakral kalau saling menghormati antar suami istri, tidak ada kekerasan dalam rumah tanggasoal hubungan kelamin, entahlah.. saya blum menemukan jawabannya. Bukankan agama, pernikahan, dll itu yang membuat manusia?Apakah jika 2 insan, dah berhubungan dan setia sampai mati hanya mrk ber2 tak ada yang lain, walau tak disahkan lewat pernikahan dan mrk itu akan zina seumur hidup?bukankah mrk lebih hebat drpd yang menikah namun menaruh kelaminnya dimana2?# 4. Perkawinan adalah Sikap Bertanggung Jawab.tanggung jawab dr kedua belah pihak .. iya, bukan satu pihak saja.Tanggung jawab atas sumpahnya di depan Tuhan# 5. Perkawinan sebagai Prestasi.entahlah, agak tak setuju dengan pernyataan yang ini. Krn perkawinan adalah pilihan.Tp akur dg mbah marto dan opininya diatas.# 6. Perkawinan sebagai ajang unjuk keberanian.huaa.. untuk ajang keberanian para perempuan.. bener banget.bukan ajang unjuk kejantanan. nikah gak nikah itu pilihan.# 7. Perkawinan sebagai jalan menuju tingkat lebih tinggi.yang ada jalan menuju ujian baru dan masalah baru.Perkawinan tak menjadikan orang lebih tua.apalagi sok tua (males dech)tetap menjadi diri sendiri ajah, cm kudu lebih bijak menghadapi masalah.Tp bukan berarti yang gak kawin kaga bijak. salah.bijak kan diuji seiring waktu~~~~~~~~~selesai juga nanggepinnya (haduh.. dr kepala langsung keluar asap panas ngepul2) en akhir kata… selamat ya tuk mba’yu tersayang Wahyu Suharti yang akan menempuh hidup baru, langgeng dan diberkati Tuhan … Amin ^_~
Aku juga balas seriyus…Susah, susah nyari celah ngomentarin tulisan ini dengan seriyus, berhubung semua area selalu ada celah berjandanya, meski tetep dibahas dengan seriyus, santai dan memang itu kenyataannya. Masalahnya ada di bagian mana buat dikomentari? Ah, gw jadi binun. Paling ke hasrat terdalam manusia sampe Freud harus belajar khusus masalah ini. Emang kenapa kalo kelamin ketemu kelamin? Pelepasan hasrat birahi? Ngeseks? Salah? Buat berketurunan barangkali? Ujung-ujungnya tertebak memang manusia nggak mau jadi makhluk biasa. Diciptain Tuhan buat jadi homo sapiens, homo socius, pun yang keblinger bisa jadi homo dan lesbian beneran. Dibikinlah aturan yang nggak sama kayak binatang, kelamin ketemu kelamin, ngelepas hasrat birahi, pun ngeseks nggak bisa sembarangan, harus diatur sama tatanan. Kawin katanya buat berketurunan, meski pendapat begini juga bisa ditentang. Toh membelah diri macam sel juga udah ada ilmu kloningannya kok. Buat ngelepas hasrat birahi juga udah ada yang jual love doll kok. Bagian ini yang bikin gw binun. Meski gw jadi keingetan sama quote Socrates yang disisipin Cak Marto di bagian akhir, ada salah satu keluarga gw yang juga ngomong begitu sampe gw catet kata-kata pinjemannya filsuf Yunani ini. “by all means marry; if you get a good wife, you’ll be happy. If you get a bad one, you’ll become a philosopher. SocratesTetep, tulisan yang keren, sulit dicari celah buat mendebatinya, yang ketemu selalu celah buat becandaannya
Bukannya ngajak OOT-an, cuma aku sering ketawa kalo ada temen yang sering kepleset di kamar mandi gara-gara anaknya ada di sana. Nempel di lantai, di tembok, pun kalo bisa didenger, mereka akan teriak-teriak, “Ayaaaahhh… ayaaaaahhh” dalam bahasa yang sangat halus. Begoknya, kepleset kok sama anak sendiri di kamar mandi
Nakal!Me likes it 🙂
The usual P comment: Kawin gih!
Ha ha ha…. posting serius ngene dho dipadhakne karo postinge samsi.. gur kanggo guyonan….
ini yg serius:hitungan matematis sederhana soal terlambat kawinwkwkwkw
MAs Marto kembali mendalam membahas masalah kawin dan nikah yang menurut beberapa teman dan saya suka diartikan sesuatu hal yang tidak sama. Tetapi apapun istilahnya, kawin dan nikah selalu menimbulkan penyesalan, nyesal kenapa nggak dari dulu-dulu. Selamat berkawin dan menikah.
Hans Kung bilang: Seksualitas adaalah Anugrah kreatifitas dari Tuhan…Cak Marto pulang kampung kah?… gag ajak2 Janda anak satu? hihihihihihihi
agree!
lah kalo orangnya gak ada amplopnya kasih sapa ?
Sudah kujadikan komentar ke 166, nggak serius, nggak juga OOT. Ini pasti sengaja nggak pulang2. Diam-diam mengintip comment, atau jangan2 dinikahkan? Haha…
ah,.. aku tak tertarik pernikahan dini bro!
hahaha kawin versus nikah itu sodaraan ya.. menikah emang banyak versinya, demi karirlah, prestasilah, apapunlah.. kog ya ga ada yang mikir “sudah waktu”nya lah?selamat menempuh hidup baru buat embak-nya ya..
Numpang baca mas…sekalian numpang ngakak 😀
Btw, apa bener ‘latex setipis ari’ itu bisa merusak kenikmatan???
Bagi cowok yang hanya bisa merecap kenikmatan selingkar penis, rasanya sedikit-banyak emang pengaruh. Kalau cowok yg ‘pintar’, mereka bisa mentransfer kenikmatan ke segala arah. Ini salah satu alasan pada males pake kondom. Bagi cewek, rasanya gak gitu ngaruh. bahkan bernilai plus, kalo dapet latex yg berulir, dot, atau yg bertekstur. Ayo cari yang bergerigi dan sebagainya!
huahahahhaaa.. tau ajah 😛
mBah…karena mBak dewik menulis tentang ini, mohon ijin tak link rene ya..! ==> sila cekliknuwun….
hehehe….saya syuka ini…walau banyak filsuf mati masih melajang (bukan dibaca dalam ejaan lama)
Kang Marto,konon katanya karena jumlah manusia semakin banyak, hingga mulai membentuk komunitas-komunitas, dan yang paling besar adalah negara, maka agar gampang bagi pengurus negara ngecek warga negaranya satu per satu, dibentuklah lembaga perkawinan — atau pernikahan, whatever lah –namun tinggal di negara dimana orang-orang masih memuja-muja pernikahan ya begitulah imbasnya, seolah pernikahan adalah ‘tujuan hidup’ ini :)btw, “kapan giliran Kang Marto?” qiqiqiqiqiqiqi …
Dibilang aku gak suka ‘Pernikahan Dini” kok…
pilih yang lain dong Kang, jangan Dini … dia udah diembat orang tuh … hahahaha …
kalo pilih Ani, ntar subversif
hmm … gimana kalo Ana aja? saudara kembarnya?
Yang terbaca di sini; “Nana”. he he he..
loh, huruf depan N muncul dari mana yak?
wah telat adohhh
kata kang Marto, ga ada kata terlambat untuk membaca semua postingan di blognya.^_~
Ya, sebab sebagian besar tulisan di blogku ini bersifat Jurnal.
maksude ga bisa ikut nyepam bareng mas thrie kang tampah + jeng feb mbak hihihi
bikin spam baru ajah lagi^_*
Pertama kali aku mendengar tradisi ini dari dosenku yang orang asli Jogja. Katanya sih agar lelaki-perempuan tetap ‘terkesan’ setara, karena setelah menikah, mereka meninggalkan ‘nama lama’ mereka. Bandingkan dengan budaya orang Barat yang setelah menikah, mendadak sang istri tak lagi punya hak untuk menjadi dirinya sendiri, karena dia akan dikenal masyarakat sebagai Mrs. bla bla bla … Di beberapa suku di Indonesia pun memiliki budaya yang sama, terutama yang memiliki tradisi memiliki nama marga. Seorang perempuan bermarga ‘Podungge’ terpaksa menanggalkan marga ini dan menjadi, mmm … misalnya ‘Monoarfa’ karena menikahi lelaki yang bermarga Monoarfa. Dan seperti yang kita tahu, in the long run, tradisi ini akan memaksa perempuan melahirkan anak laki-laki demi melanjutkan keturunan yang bernama marga keluarga. Jika ternyata pemberian nama tua setelah menikah ini adalah salah satu cara untuk ‘memaksa’ para muda mendadak bertindak ala orang tua … mmm … btw, bahwa orang yang mendadak bertindak ala orang tua setelah menikah, kupikir tentu ada konsensus di masyarakat yang akhirnya seolah memaksa orang mengubah perilakunya, “masak sudah menikah kelakuannya masih seperti itu?” atau “Masak sudah punya anak kok kelakuannya masih kekanak-kanakkan?” meski yah … being childish, in my opinion, will always stick on us, sampai usia kapan pun, tinggal mampukah kita mengontrol that childish trait in some occasions.^_^
Alasan itu sepertinya agak dicari-cari agar terkesan tradisi Jawa tampak setara. Tak apa, setidaknya niat baiknya lumayan didukung sistem, toh pada kenyataannya masih menempelkan nama suami dibelakang nama mereka.Sampeyan tetap akan menemu nama semacam Ani Yudhoyono atau misal Luna Marto.Ini dapat disejajarkan dengan konstruksi keluarga Jawa yang tak mengenal sistem Fam (marga) seperti suku lain. Sistem ini berkecenderungan kuat membawa semangat nepotisme. Tapi meski Jawa tak bermarga, kenyataannya KKN masif dilaksanakan sebagai tradisi oleh masyarakat mereka. Ini semakin mengental sejak Orba, dimana Soeharto yg orang Jawa tak bisa dibiarkan tak mengajarkan nepotisme-kolusi dan Korupsi.Nah, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap sistem marga, tapi tak juga mengabaikan kecenderungan pengajangan sikap nepotisme, apa kira2 jadinya kelak bila Orang Jawa yg kemaruk dan berkuasa mendapat gelar dan kemargaan?
Ini adalah peninggalan budaya Belanda yang menjajah tanah Jawa, dan menurut pengalamanku di masa lalu, kecenderungan memanggil seorang perempuan dengan nama sang suami lebih sering terjadi di kalangan kelas menengah ke atas. Sedangkan di kalangan di bawahnya, hal ini belum (terlalu) menjadi kebiasaan.Misal, pada tahun tujuhpuluhan keluargaku tinggal di sebuah kawasan yang bisa kukatakan para penghuninya tergolong kelas di bawah ekonomi menengah. Orang-orang sekitar memanggil ibuku dengan sebutan, “Bulik Ida”. DI awal delapanpuluhan kita pindah ke kawasan yang para penghuninya memiliki golongan ekonomi di atas kawasan yang sebelumnya — padahal hanya dipisahkan oleh sungai Banjir Kanal Barat — mendadak tak satu pun orang di antara tetangga yang tahu nama ibuku, karena mereka memanggilnya dengan “Ibu Muien”, nama bapakku. Tahun 2003 – 2005 aku sempat tinggal di rumah lama yang kuhuni di tahun tujuhpuluhan ini. Tetangga lama tetap memanggil namaku “Nana” — tua muda juga anak-anak mereka. Namun, pak RT (waktu itu) yang adalah seorang pendatang baru di kawasan itu, serta merta memanggilku, “Ibu xxxx” (nama my ex hubby). Aku yang tidak terima, LOL, memaksanya memanggilku “Nana”. Dia heran, dan bertanya, “apa bedanya?” kujawab, “Orang tuaku memberi nama yang indah untukku bukan kemudian ditinggalkan begitu saja hanya gara-gara menikah. Panggil saja aku, “Nana”. no more question. period.”:)
aku berusaha mencari relasi antara pembahasan “nama tua” “nama fam” dan “KKN”. apakah ini karena aku mencatut pernyataan dosenku yang orang Jogja asli tentang nama tua untuk kesetaraan itu, dan Soeharto adalah (konon) orang asli Jogja?memang jika kita pandang budaya Jawa secara keseluruhan (tidak hanya pada tradisi yang tak memiliki nama fam) kita tidak bisa mengatakan begitu saja bahwa budaya Jawa lebih mengedepankan kesetaraan dibanding budaya etnik lain. Dari segi bahasa yang terdiri dari Ngoko – Kromo Madyo – Kromo Inggil saja kita bisa menyimpulkan ketidaksetaraan. Seorang suami boleh menyebut istrinya “kowe” ; namun sang istri tak boleh melakukan hal yang sama, namun menggunakan istilah “sampeyan” atau pun “panjenengan” menunjukkan betapa strata istri berada di bawah suami.
Betul.Aku ga bisa bayangin apabila ada perempuan namanya “Menye”, kemudian misal kawin dengan Balkan Kaplale, bisa jadi dia dipanggil Menye Balkan. he he he..
penjelasannya gimana ya Kang?
lha emang Menye artinya apaan ya?*_^
Mungkin akan lebih mudah apabila menariknya dari benang budaya Patriarchal. Nama yg melekat kepada anak atau anak atau istri adalah nama bapak atau nama suami. Marga yang menyertai nama diri adalah nama moyang laki-laki. Nama tua adalah gelaran yg sesungguhnya lebih mengikat sbg konsep kedewasaan dan cenderung membatasi tabiat kekanakan, juga konsep ikatan teritori keluarga untuk saling tahu-sama-tahu.KKN, yah memang seharusnya disingkat NKK, karena Nepotisne (N) berkecenderungan paling kuat untuk menciptakan K dan K.
gak ada artinya, tapi akan terbaca Ibu Menyebalkan.
Seorang polantas Harry Podungge menangkap motor Nana Podungge dan motor Marto Art dalam kesempatan yg bersamaan. Karena hanya mampu mengurus satu pelanggar, mana yg memiliki kesempatan lebih besar akan dilepas si Harry?
modyiar! jaringan lelet malah lapakku nggo Quick Note!Record ndelet! Yeaaah
hah ndelet komene sapa yah???
duh gustiiii…. paringono UFO!
jyah apa yang kau cari kang???
aku meneng wae ahrak melu melu maning
wakakakkakakkk…mBak Nanaaaaaa, sampean tanggung jawabbbbbbbb….aja malah meneng wae ngono kuwii…
ndelet komentare mBak Nana kuwi Likkk,komentare dawa byangettt, seka Kinah Rejo dieret-eret tekan Seturan ya ra tempuk je….*mBahhh, tulung iki di hapuske yaa (maringi setip simbah ahh)
lha gagal melu moco dadine
aku nduwe setip kiijek anyar …kang Marto butuh ra?:-P
butuh lipen setip.directly!
butuh lipen setip.directly! ~ kang Marto ~udah nempel di bibir nih kang, ambil sendiri yak? lol
ahhh kepanjangan.. *balik ngutekin kuku*
ngintip yo kang 🙂
ealah….untung aku bikin tulisan itu sebelom baca iniklo udah pan aku maluuuuuuuuuwwwwwwwwwwwwwdisini udah dibahas dengan sungguh nakal nakal dan nakalhaha………
sila… he he.. kalo ngintip mungkin dapetnya cuma paragraf pertama.
ingat logat Topan adiknya Leysus. he he
“Pekok banget sih? Apa susahnya nyuruh cowokmu pakai kondom?! Semiskin itukah kalian sampai gak mampu beli? Atau nggak rela kenikmatan terusik latex setipis ari?”. ( Tulisan mas Marto )Moderat banget yaaa…hehehe..
Kami dibesarkan dalam keluarga seperti itu.
wih..komennya udah segambreng XDndak bisa komen apa-apa, soalnya masih cupu urusan kawin-kawinan *baru 5 bulan je, njuk arep filosofis yo ra nyandhak* XDMungkin sebenernya, masyarakat kita aja yang bikin Tua+nikah = horor psikologi. Kalo dulu pernah denger sih, kalo udah mampu, menikahlah!Lha nek mampune pas udah tua kenapa kok dipaksa nikah muda? 😐