MENGALAH ~ PASRAH
Bagaimana Anda mebedakan keduanya? Setiap orang memiliki cara dan pendapat masing-masing dalam memaknainya. Saya lebih suka membingkainya dalam kajian kekuasaan. Mengalah adalah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang jelas-jelas berpotensi menang. Maksudnya, Anda tidak bisa bilang lantaran mengalah ketika bermuka lebam usai berantem dengan Mike Tyson. Yang tepat Anda ucapkan adalah pasrah. Pasrah hanya pantas ditandang oleh mereka yang tak punya daya, alias kaum kalah. Artinya tak layak dibalik dan hanya akan menyalahi fitrah sosial. Berhujan-hujan dalam banyolan teman tadi adalah pernyataan kepasrahan jika kita memang tak mampu melawan derasnya hujan.
Lantas bagaimana mengelola kepasrahan menjadi sebentuk senjata? Sebelum itu, saya akan lebih dulu menyodorkan pendapat tentang moralitas kekuasaan. Menurut saya, sejatinya nilai kepenguasaan ada pada kemampuan seseorang dalam menahan diri untuk tidak sewenang-wenang akan kewenangannya. Dan ajaran moral ini bukanlah sesuatu yang baru. Setidaknya tradisi leluhur telah cukup mengajarkannya melalui simbol. Simbol yang acap dipakai dalam adab kekuasaan untuk itu adalah senjata tradisional. ‘Kesaktian’ seorang kesatria diukur dari seberapa jauh kemampuan jangkau senjata memberinya jarak kepada lawan. Kedigdayaan berbanding terbalik dengan kemampuan jangkau senjata. Singkatnya sebagai berikut; Keberanian pasukan panah ada di bawah pasukan tombak, Pasukan tombak tak selincah pemegang badik, pemegang badik tak memiliki kehebatan setingkat pemegang keris, dan pemegang keris dianggap tak semumpuni mereka yang bertangan kosong. Semakin pendek senjata, semakin dekat jarak seorang kesatria berhadapan dengan musuhnya, dus semakin teruji dia. Sekelas raja ataupun penguasa lainnya dianggap pamali bila kemana-mana nenteng senjata. Kalau tidak ditinggal atau dititipkan di suatu tempat seperti Sang Aji Saka, setidaknya ada hulubalang yang bertugas membawa keris sang raja. Karena raja yang bersenjata justru dianggap tak digdaya, tidak bersahaja, kurang bijak, dan tampak pamer kuasa.
Mampu menahan diri untuk tidak sewenang-wenang juga tanda bagi manusia yang kemampuannya teruji, yaitu mampu menahan musuh yang tidak sekadar berhadapan dengannya, namun sadar ada di dalam diri. Hal ini senada dengan jawaban Muhammad ketika ada yang bertanya tentang perang yang lebih besar dari Badar, “Perang melawan hawa nafsu di dalam diri masing-masing”. Nafsu yang tak terbendung menjauhkan manusia dari sifat kemanusiaannya, triwikrama lantas menjadi Balasrewu atau Hulk. Dikisahkan nafsu diri hanya bisa diredam oleh ramuan penyembuh maha mujarab Dewi Kali alias Kali-maha-husadda. Kali adalah dewi kematian namun mengajar sifat sabar dan welas asih, sifat yang juga dimiliki Puntadewa sang pewaris Jamus Kalimasada. Puntadewa dengan kebeningan hati dan gerakan non-violence mampu melipat Candrabirawa milik Prabu Salya. Ajian itu berwujud ribuan raksasa kerdil yang cara kerjanya memanfaatkan emosi lawan. Semakin bernafsu lawan, semakin melipat ganda jumlah mereka. Ini menggambarkn bahwa untuk menghadapi nafsu jangan dilawan dengan nafsu pula. Kebeningan hati dan gerakan non-violence adalah salah satu hasil kelola sikap pasrah cara Puntadewa menjadi bertenaga, menjelma senjata. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah menerapkan ajian kepasrahan ini menjadi senjata yang membuat Megawati kalah pamor. Adalah dengan mengelola citra sebagai kaum kalah nan terdzolimi. Namun sekali lagi, ajian ini tak pantas diterapkan oleh para pemenang. SBY rupanya keterusan bersuka-ria dengan bermain citra terdzolimi meski sudah menjadi pemenang. Saking seringnya, saya menjadi curiga apakah hal itu sesungguhnya sebentuk permainan politik pencitraan ataukah bawaan sikap mellow-masochist. Tapi yang pasti SBY sebagai pemimpin telah melupakan ujaran Jawa bahwa “Wong ngalah gedhe wekasane“.
MENYALAKAN KEMATIAN
Pasrah ‘bongkokan’ alias menyerahkan diri kepada apa mau penguasa adalah ibarat menagih amanat kepada pemimpin. Tradisi Pepe di depan halaman keraton berdasar falsafah itu. Dan pemimpin yang tak mau pamornya turun akan segera menanggapi dengan kebijakannya. Sebab semakin lama seorang hamba terlihat mengadu dengan berjemur diri, hanya akan menjadi display pengabaian. Tapi itu kisah lama, jaman keraton-keraton masih beraura.
Saluran semacam itu sekarang menemui kemampatan. Rakyat mengadu, menagih amanat, demonstrasi, dan seterusnya diatur melalui birokrasi. Penguasa mengatasnamakan itu sebagai mekanisme demokrasi, justru untuk mencederainya. Sebab tidak ada pemerintahan fasis yang dengan rela menerapkan demokrasi secara nyata. Maka demokrasi semu adalah jawabannya. Dalam demokrasi semu, berbicara dan berpendapat digelar oleh penguasa sebagai pertunjukan, pemilu digelar sebagai prasyarat, koruptor ditangkapi tapi sikap korup terpelihara, semangat anti kekerasan diagungkan agar tak terjadi pengrusakan fasilitas, dan kehidupan dipuja agar kematian tidak menjadi senjata.
Kematian adalah senjata yang amat ditakuti para penguasa. Anda boleh memaknainya secara harafiah dengan mengambil contoh para Jihadis Islam yang meledakkan diri di tengah restoran, juga para Bushido Jepang yang menabrakkan pesawat di kapal Amerika. Keduanya berdaya bunuh, hanya bedanya terletak pada keterlibatan langsung para korbannya dengan perseteruan yang ada. Jihadis turut membunuh orang sipil, sedang Bushido membunuh sesama tentara. Namun kematian menjadi senjata yang lebih mematikan justru ketika tidak membunuh orang lain selain citra penguasa yang diarahnya. Ketika tradisi berjemur di halaman keraton kurang terasa panas, membakar diri di halaman istana dirasa oleh seorang Sondang menjadi solusi.
Sondang adalah seorang aktivis pergerakan, pemuda yang cakap, mahasiswa yang pandai, dan memiliki sikap peduli yang masif terhadap penderitaan rakyat. Kalau ada yang sia-sia dalam aksi terakhirnya, itu hanyalah terletak pada manajemen bakar dirinya saja. Rasanya pemerintah tahu kelemahan ini, maka sesegera mungkin politik sengkarut informasi dijalankan. Pertama menutupi kesejatian sosok yang mati sebagai seorang perempuan, seorang lelaki tua, pun sebagai orang gila yang lewat. Kemudian ketepatan saat kematiannya, Kompas memberitakan hari itu juga, namun media lain berbeda hari. Dan setelah jelas bahwa sosok tersebut adalah seorang aktivis, maka dilansir isyu yang dangkal dengan menyatakan motivasi bakar dirinya adalah dari sekadar frustrasi, terhimpit kemiskinan, sampai putus cinta. Namun aksi bakar diri seorang aktivis mahasiswa tepat di depan hidung kekuasaan memang akan susah dialihkan dari sebuah sikap politik menjadi kematian biasa. Seseorang telah menulis pesan dengan tinta api,
cepat atau lambat, Sondang atau yang lain. Pesan itu tak harus mampu menurunkan rejim, tapi yang pasti telah melelehkan wajah-wajah pembohong hasil operasi plastik politik citra kekuasaan.
Maka, yang terakhir akan dilakukan penguasa guna memadamkan api itu adalah dengan menajamkan perbedaan opini menjadi perseteruan. Formulanya telah tersedia dalam ajaran agama; Mencintai kehidupan dan mengutuk bunuh diri sebagai dosa, sia-sia, sikap putus asa, murtad, dan tak bertanggungjawab. Ketika kehidupan umat dan nasib rakyat tiba-tiba menjadi perhatian ulama dan penguasa, tiba-tiba ada kasih sayang berlebih, pasti ada maunya. Jawabnya sederhana saja, karena tak lain adalah ulama butuh umat dan penguasa butuh rakyat. Tanpa umat dan rakyat, mereka tidak eksis. Tubuh dan jiwa umat sebisa mungkin dikuasai. Bahkan kalau memungkinkan, kematian setiap orang ada dalam kontrol penguasa. Seseorang yang berani menentukan kematiannya sendiri berarti tidak tertundukkan. Karenanya diciptakan ajaran bahwa bunuh diri melanggar hak Tuhan. Dalam terminologi kekuasaan, massa yang tunduk adalah aset dan yang membangkang adalah beban. Seorang yang mati dalam ketertundukan tak bernilai, namun seseorang yang mati dalam rangka pembangkangan adalah ancaman. Satu aktivis yang mati dengan cara membakar diri di depan istana harus segera disia-siakan, pesannya harus secepatnya dipadamkan.
_________________________________________________________________________
Edan…….tenan
Tulisan2mu ndak bs cm dibaca sekali, bagus!
berolahraga yang tanpa mengeluarkan keringat?berenang 😉
klimax!!!
mari membacaaaa 😀
wah kau ada bakat main jaran kepang ya mbak, bisa sembur api gitu
Mari terus nyalakan apinya! Panas yg kita rasakan cuma di dalam dada saja ya… gemas krn ulah penguasa.
smart!as always!
bingung mo komen apaanteruskan main api
I’m afraid what he really believes in is “Wong ngalah gedhe rekasane”……
mumet
liat dagelan dimana2
Akhirnya mbrojol juga tulisan panjangnya….
That’s it. If you didn’t do that, Sondang’s death would simply be another precious life wasted.
The most important thing is, whether or not we agree with what he did and how he did it, we should never forget the cause. We should never forget what made him do it.
wueee… guess whos back!! *lanjutin baca
mmmh, gimana yah… bagaimanapun aku selalu berada di sisi “hidup adalah precious”. maka gak pernah berada di sisi Jihadis bom bunuh diri, bushido bahkan harakiri sekalipun. karena yang jadi pertanyaan besar di benakku adalah “sebenarnya dia takut hidup apa gimana?”badan itu aset buat memperjuangkan apa yang kita mau. aku bukannya tidak simpati dengan sondang. Aku simpat dengannya. tapi dengan kecerdasan yang dia miliki, kekuatan yang dia miliki, dia semestinya bisa memperjuangkan apa yang dia perjuangkan.
Mencoba meraba jalan pikirannya Sondang:…dengan kematiannya di depan istana, tindakan bunuh diri akan meninggalkan pesan sebagai tindakan anti kehidupan.Karena bisa jadi logikanya Sondang begini:Sondang merasa buat apa terikat dg kewajiban mentaati hukum kehidupan bila sekelompok orang merasa tidak menerima hak-haknya secara memadai. Bila mereka yg tidak menerima haknya, lantas mengapa masih saja dituntut (oleh penguasa) untuk mentaati kesepakatan-kesepakatan hukum kehidupan. Lantas Sondang lebih memilih keluar dari hukum kehidupan sbg bentuk protes.Semoga nyalanya tidak padam, sehingga tidak akan muncul aksi serupa berikutnya.
You and me and many others may think that way. I always think brave enough to die is merely bravado and brave enough to live is the true bravery. However, let’s not forget that Sondang might have his own reasonings to do what he did.The Texans in Alamo could’ve escaped easily and lived. However, if they did that, Sam Houston would never have enough time to gather enough men to defeat Santa Anna later. The Alamo defenders bought the thirteen days with their lives, and in this case I can’t call it a waste.Will Sondang’s death will be another precious life wasted or will it be another Alamo? Time will tell.
sik tak baleni lhe moco
o terkait kasus sondang jg ternyata….
Classic but agreeI sympathized with Sondang and other so called “frustrating” suicide toward government. but hei! dengan nasib jutaan rakyat aja mereka bisa buta, kalian bunuh diri satu jiwa, mana peduli presiden mu.”.di tulisan mas DV ada yang berkomentar, Indonesia bukan Tunisia. he’s correct. many ways to fight to have better Indonesia.. but not with kill your self. I am a mother. I will so much torn apart if I know my child choose to killed himself to proof him self of what he’s fight for.
As Triyadi once said, burn Asurizal Barbie instead.
Sebelum komentar hal lain..mau bilang makasih mbahhh, tulisanku dah di link… Terharu bahwa tulisanku di link oleh mBah Marto je…
Lehku ndikir wis ping seket buntet jee
Ini yang semalem aku diskusi sebentar di komentarnya Kang Donny: http://donnyverdian.net/2011/12/15/sondang.html
Setidaknya itu yang sempet saya lakukan, mungkin ada satu case journal 666 yang bisa di inget mBah…Hanya saja tak smeua orang lantas bisa mencernanya menjadi tabiat “mengalah” je. Tapi saya sadar kok, bahwa memang hal itu akan teramat susah untuk bisa dimengerti banyak khalayak apalagi kalo mikirnya masih sebatas kulit…
Sampean ternyata memang sehati dengan sobat sampean mBah…http://blontankpoer.com/2011/12/11/pesan-dari-seberang-istanaSekalian le dadi tukang nge-link ahh…
Check this: http://edwinlives4ever.multiply.com/photos/album/68/The_Palaces_Real_Response
hihi,mBak Ariii, mbahas Sondang akhire ketemu lagi disini yakkkk…Aku tahu sebagai seorang Ibu teramat berat kalo harus melihat anak membakar diri sebagaimana yang Sondang lakukan itu. Akupun belum tentu ada kemauan bahkan tepatnya belum ada KEBERANIAN ku melakukan hal semacam itu.Kenapa aku sebut keberanian..? Poin-nya adalah disini, kesia-siaan dan kekonyolan yang sering digaung-gaungkan oleh banyak orang. Benarkah itu sia-sia..?Seperti yang kutulis dirumah sebelah: http://ikanmasteri.com/archives/3157Sikapku juga menyatakan gak setuju kalo hal itu musti dinyatakan sebagai hal yang sia-sia. Jika pada journal ini, mungkin bisa direnungkan lagi gojek-kere-nya antara Mbah Marto dan teman SMA-nya itu yaitu mengenai hujan.”Berhujan-hujan dalam banyolan teman tadi adalah pernyataan kepasrahan jika kita memang tak mampu melawan derasnya hujan”Bukan serta merta pernyataan itu lantas diartikan sebagai ajakan menghujankan diri taa..?
begitu dengar berita sondang saya sudah yakin kalo mbah marto akan nulis….dugaan saya benar…. hiks, hidup sondang!*tek maca pindo
Ini Sondang : http://www.engagemedia.org/Members/ferryputra/videos/kamisan-222/view
jadi ingat pembahasan tentang butuh akan massa atau umat lebih tepatnya…..kapan ya bisa bahas hal2 seperti ini lagi :)btw butuh tidak sekali untuk membaca tulisan ini…….dan saya suka….finally kluar juga tulisan panjangnya…
Sangar…mas marto pancen penunggu nyala api….
Situ memang sangar, mas marto….penjaga nyala api sejati…
Sebuah kehormatan. Al Mukharom Blonthang Poer rela komen pertama kali sebagai orang MP, ada di Gudangku. Terima kasih membuat Gudangku bersejarah.
Jangan suka bermain api… Biar ay aje.
ngomong-ngomong tentang menang-kalah, katanya, seorang samurai juga mencapai kemenangannya ketika dia menyarungkan pedangnya karena melihat bulan sedang tersenyum ke kembang teratai.
adakah aksi bakar diri Sondang kan menjadi paham jihad yang baru?
Maybe.. Jihad fisabililHAM
Bangsa ini butuh martir utk menyadarkan para pemimpinnya…
No. This nation needs to get those so-called leaders martyred.
sama kaya kalo diperkosa dong…disaat merasa tak mampu melawan, apa salahnya mencoba untuk menikmati…
Pada pemahaman sederhana, mungkin yg sampeyan pikirkan bisa diterima. Tapi konon itu selemah-lemahnya iman. Jadi tak bisa begitu saja disamakan. Bagaimanapun dibutuhkan kepiawaian sekelas Puntadewa dalam memilah kepasrahan, namun di sisi lain bukankah ada niatan untuk melakukan serangan balik guna pemenangan Bharatayudha?Ayu Utami memiliki pandangan tentang perkawinan sebagai siasat ekonomi kaum perempuan, dan rasanya cukup mengakomodir pendapat sampeyan. Tertulis dalam novelnya berjudul “Bilangan FU”.
Anak semuda itu sudah bakar diri.. Apa nggak malu kita, yang lebih tua, yang masih teruuus berdiskusi saja?
Banyak jalan perlawanan. Aku tak cukup nyali untuk bakar diri.Eh, sejak kapan diskusi jadi hal yang memalukan?
tidak memalukan, tetapi seharusnya tidak berhenti di situ saja, mungkin itu juga yang membuat Sondang gerah..
hmm..
*tertegun sejenak dan takjub ketika membaca ada nama Chandra Birawa di sini* Cak Marto pasti sudah berpikir masak-masak saat hendak menggambarkan nafsu dgn Chandra Birawa yang mudah berlipat ganda jumlahnya, kan?Chandra birawa tak hanya takluk ditangan orang yang berhati putih dan ikhlas menahan nafsu. Ada satu kisah kesukaanku waktu kukecil dulu, tentang Chandra Birawa ketika Prabu Salya masih muda, saat masih bernama Narasoma. Ia bertarung dengan bantuan Chandra Birawa melawan Pandu Dewanata. Pandu kewalahan. Tiap tetes darah Chandra Birawa berubah menjadi Chandra Birawa lain. Kemudian kakanda dari Pandu (Dasarata) meminta Pandu untuk minggir dan Dasarata menghadapi Chandra Birawa dengan API. (Ajian Kumbalageni). Chandra Birawa masuk kembali ke tubuh Narasoma. Ternyata Chandra Birawa, takluk pada api!!Memakai Chandra Birawa untuk artikelmu ini….ah! Awakmu pancen jenius Cak!*edited: penambahan kata ‘ada nama’ dan ‘di sini’ pada baris pertama.
Jika semakin pendek jarak tempur mengukur kehebatan para ksatria, maka mustinya para ahli Wing Chun yg inspirasi tempurnya dari wanita adalah twrmasuk ksatria paling perwira, ya?Mungkin karena itu orang2 yg menguasai Wingchun orang2 yg mampu menhantam dan mengekang sifat Jumawanya dari dalam?
Ada yg musti sama-sama perlu ‘ada’ agar baik pengalah maupun orang orang yang pasrah jadi pemberani.Yaitu dalam prosesnya ada penerimaan yg penuh kesadaran atau ikhlas dan bukan karena ketakutan atau kecelakaan.Andai ini bukan krn online dr HP…(pengen bgt nulis panjang buat nanya2..tapi untuk hal2 spt ini aku ingin sungguh2 meminimalisasi kesalahan. I don’t wanna jeopardise this due to my typo. I have to be neat.)Sebentuk respekku pada yg berpulang u perjuangan.Aku harus baca tulisan ini u kedua kali, ketiga kali, dan kesekian kalinya kl udah di depan layar komputer.Edited: typo dan tanda baca serta tambahan satu kalimat terakhir.
Trims Lessy, telah berbagi kisah yg aku belum pernah denger sebelumnya. Apakah itu pakem ataukah carangan?Menunggu juga para jago wayang di MP untuk berbagi kisah.
Wing Chun? itu semacam pukulan lembut kayak jurus selendang dan kipas dlm tradisi kungfu Cina gitu ya?Mungkin Aikido juga layak masuk karena memanfaatkan kekuatan lawan yg penuh nafsu emosi.
Sesungguhnya aku ingin mengutip kalimatmu yang keren itu. Komenmu ttg kematian di lapak siapa lupa, aku akan cari n Copast di siini.
apane?
Trims Sist.
Lho? salah kamarkah ini?
Sembur po? Rene!
Bisa melawan dengan lempar Bakiak!
Trims non..
Teruskan main ke Kidzaniabingung juga mo jawab apa
“Wong Cikeas gedhe cangkeme”.
Gejala orang meteng
Dengan senang hati, Cak. Aku rasa itu bagian cerita penting dlm Mahabarata. Namun entahlah, aku bukan orang yg kompatibel u meyakinkan ttg hal pakem tdknya hal ini.Semoga para jago wayang di MP menguatkan kisah ini dan menceritakan lebih detail lagi.
Ngalahke Srimulat
Terlalu berat untuk menahan ga nulis ttg Sondang
Negeri ini terlalu produktif menghasilkan kisah yang menyedihkan. Pembantaian Mesuji, penghinaan kepada anak Punk, Papua, dst, dst.. Semoga banyak teman yang ikutan menulis atau berempati dalam bentuk karya kepedulian macam apapun. Turut menyalakan unggun.
Sepakat!
Tangan kosong…ga pake selendang buat senjata, melainkan bagian dari pakaian.Cak Marto olahraga beladirinya Aikido kah?
SBY bisa bikin empat album selama pemerintahannya, ikut ndzikir seket buntet ga?
Rasanya ada di dalam tulisanku. Ini bukan untuk memancing kepedulian presiden yg bebal. Kita sadar itu, sesadar akan ada pernyataan semacam itu.
Ada kutipan Wayan Lessy yang pas untuk aku sandingkan dengan komentarmu Arie. Aku taruh di kolom komentar, tersendiri. sila baca.
Oke nduk..
Sepakat. Itu juga yang ada di dalam orasi Bambang Isti Nugroho, aktivis Laskar Sondang, yang aku sertakan videonya. sila diklik.
Iyalah, masak ttg Syahrani. he he..
siiip.
sama-sama Trex. Trims.
Kesamaan ide. Trims linknya.
Wah, ketebak deh. hehehe…
Trims Cenil..Butuh waktu luang untuk kita bikin diskusi lagi di HoR. Kapan2 yuk..
Emang punya foto pas lagi nyembur kayak foto ogut ntuh?
Kembang teratai datang bulan, dan samurai disarungkan.Itu maksudnya?
Hanya butuh pemimpin yang punya kemaluan, bukan martir.
He he.. aku ga tertarik Aikido.
One final question. Will we make his death our Alamo, or will we make it our Bang Rajan?Alamo’s sacrifice helped establishing the Republic of Texas. Bang Rajan’s sacriffice only postponed the fall of Ayuthayya.
One final question. Will we make his death our Alamo, or will we make it our Bang Rajan?Alamo’s sacrifice helped establishing the Republic of Texas. Bang Rajan’s sacriffice only postponed the fall of Ayuthayya.
Mau bercinta tapi ga bisa, soalnya lagi haid. hahahha
good
better
Bagi teman2 yg kembali melihat postingan ini, aku kutipkan sebuah komentar yang cantik, dari http://multiply.com/mail/message/rengganiez:notes:748“..kadang aku mikir..orang yg gak pernah mikir bunuh diri atau mati..belum tentu juga karena dia berani hidup..melainkan karena dia takut mati..jadi berusaha “lari” dari kematian.kadang kadang aku mikir ini aku sebenernya berani hidup atau takut mati? atau…ketika aku nekad dan merasa heroik melakukan sesuatu yg ‘menyabung nyawa’..aku lalu kemudian mereview..ini aku sebenernya berani mati atau takut hidup?”(Wayan Lessy)
sip, mengko aku ta’ janjian karo reta mampir nang HoR…:)
Let’s see it from another perspective: Die today and be done with it, or live to fight another day.On the other hand, it can also be viewed as Live today and die another day. After all, the world’s is God’s slaughterhouse and we’re the cattle.
oh sek nulis to kang ?
ngenyek..
bagus, to… karena gw juga lagi berpikir tentang kuasa akhir2 ini, ntah kenapa…dari http://www.bbc.co.uk/blogs/newsnight/paulmason/2011/02/twenty_reasons_why_its_kicking.htmlWhile Foucault could tell Gilles Deleuze: “We had to wait until the nineteenth century before we began to understand the nature of exploitation, and to this day, we have yet to fully comprehend the nature of power”,- that’s probably changed.oyayaya…
Sampaikan kepada Foucault bahwa kekuasaan juga berfitrah ingin selalu menunjukkan kekuasaannya, biar tidak sia-sia. Sementara moral kemanusiaan yg menuntut berbagi tempat amat merugikan penguasa. *Pendulumnya mungkin perlu ditarik sejauh mungkin agar jangkauan ayunannya makin terasa. he he…
mbaca ulang dulu disambi nyusui hehe 😀
Horeee… udah nongol!Konon penyusuan sebuah proses transfer ilmu dan kasih sayang dari emak ke baby. Semoga doi jadi ikutan baca.
Cattle? Although I am not quite comfortable thinking of myself being a cattle but with the kind of brain that we got, we, cattle, shan’t deny from the fact that we play the role in shaping the taste of our meat. For many, a piece of Wagyu is not just a piece of meat. It’s a statement of how happy and optimistic a cattle, before slaughtered.
“Constant Change” is what I think one characteristic of life that built hope and my optimism. (so I can whisper to myself while sinking my lowest moments,that I shall fight and hope). Changes are chances. Even-though it means opportunity or risk or both collided in one…..and my major problem is I know nothing about the characteristic of ‘after life’.I don’t even know whether I will be able to fight there or statically happy or even worse, constantly unhappy.
True. And free will is at play here, even if only that much.
True. Without changes we would never even be bipedal. I always believe that the key to all consciousness and self-awareness, as mentioned in the old TV series Space: Above And Beyond is the code ‘Take A Chance’; the only borderline between man and machine.
Telat baca… Tentang Sondang Hutagalung, aku ikuti beritanya cukup miris, beberapa politisi rival SBY malah menjadikannya sebagai kendaraan pesan untuk menghantam balik SBY. Megawati yang paling keras, aku menduga ini sudah dekat 2014, minimal persiapan masalah pencitraan dirinya juga. Atau kecurigaanku, jangan-jangan sebagai salah satu dewan pembina di Universitas Bung Karno, tempat Sondang bersekolah, Megawati patut untuk menyuarakan masalah moral? Aneh, entah oportunis atau merasa perlu berperan dengan kasus Sondang… Sondang Hutagalung, aku masih berpikir ia orang Batak, sejauh yang kutahu di Sumatra Utara sana nggak ada budaya dan tradisi bunuh diri, tapi apa pasal yang membuat Sondang jadi seberani ini menyuarakan kekecewaannya pada elit pemerintah? Aksi Sondang tepat di hari HAM Internasional, 10 Desember, tepat juga sehari sesudah hari anti korupsi 9 Desember. Jadi ingat 9 Desember 2009 lalu kita bikin aksi menggambar bersama di bundaran HI sebagai bentuk penggambaran protes atas korupsi di Indonesia. Tahun-tahun berikutnya aku udah nggak sempet ngikutin, ternyata masih banyak orang yang teriak menyuarakan pesan untuk melawan ketidakadilan…Btw tulisan menarik, mengingatkanku bahwa MP ternyata masih menarik. Jujur aku bilang, MP makin lama makin nggak menarik dan nggak seasik dulu, lain hal bila tulisan-tulisan seperti ini akan banyak lagi bersliweran di MP.
tak kiro lakon dewi sinta atau anoman obong 🙂
Sondang Bakar diri Rabu, 7 Desember 2011 Bro.Trims Man apresiasinya. Bikin asyik MP bisa lewat banyak jalan. Jalan ngeblog juga bisa dilihat ga asyik oleh yg suka geje. he he..
Wah betul juga, seharusnya itu bagian yg aku masukkan juga. Namanya juga nulis ttg obong-obong.
setuju banget ama kata kata itu bankmengalah sering dipakai pecundang yang usahanya tidak maksimal. ini paling pas sudah buat jawab masalah itu
jangan sampai padam.
Ternyata sampeyan orang Ngawi tho *OOT
Aku tahu kalo selama ini kamu pikir aku orang Finlandia. *OoT juga
Ada diskusi menarik di sini, streaming dari Radio Nederland Wereldomroep (RNW)Cekidot: http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/radioshow/meminta-kematian-mengapa-tidak-bolehBelanda sudah memiliki UU eutanasia aktif dan hal tersebut sangat dihormati. Jika orang sudah tidak bisa lagi menahan sakit dan hidupnya menderita maka ia memiliki hak untuk meninggal dengan cepat.Namun untuk meminta eutanasia dalam prakteknya tidak semudah membalik telapak tangan. Prosedurnya cukup rumit yaitu harus melewati komisi yang terdiri dari etik, kedokteran dan hukum.Julia Maria van Tiel, dokter gigi yang tinggal di Belanda setuju dengan eutanasia aktif. Kendati demikian ia punya catatan yaitu jika pasien sudah tak tahan menanggung sakit dan keluarga nya sudah menerima dan melepaskan serta disetujui dokter.Sementara itu Deden Setia Permana dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Belanda, tidak setuju dengan eutanasia aktif. Di Belanda diizinkan, padahal di Indonesia hal itu sulit dimengerti dan sulit dimasukkan ke dalam UU.Debat pro kontra soal eutanasia dipandu oleh Bari Muchtar. Diskusi yg menarik, durasi 30 menit, silakan disimak, bung.
Wah, trims!. Diskusi yg memang menarik. Dan kalo kita ikuti, hebatnya, hampir semua sudah lumayan ada dalam perdebatan yg sama di Gudang ini. Perbincangan ttg teknologi medis, dan bentuk eutanasia dari teman2 di sini, juga pertanyaanku ttg bagaimana jika seseorang yg tak sadar terhadap eutanasia juga terjawab.Tentu dari pihakku lebih sepakat dengan ibu dokter itu.
Acara debat di radio itu ditaruh di sana secara on air antara tgl 7 Januari 2012 (14:15) – 11 Januari 2012 (14:15 ).Artinya setelah tgl 11-Jan-2012, pk 14.15, postingan on air itu hilang/dihapus, diganti dg tema yg lain.Baiklah, nanti malam kucoba bantu arsip di 4shared, kemudian saya link embednya ke sini, biar bisa dinikmati selamanya.
Tuhan memberkati! Trims.Durennya juga 4shared di HoR. Jangan lupa.
Sebelum dihapus oleh admin edisi on-air nya besok, sudah berhasil kuselamatin dan di-rip ke mp3.Simpang Amsterdam – Diskusi Euthanasia (7-1-2012)Memang Gudang ini top markotop, apa yg barusan di diskusikan di radio tsb sudah dibahas panjang lebar duluan disini :)*eh, baru ingat, kawan kita juga membahasnya, ku share ke sana juga kalo gitu.
Aku baru ingat bahwa diskusi ttg bunuh diri dan eutanasia ini adalah tendem / berkait erat dengan diskusi di lapaknya Luqman, jadi pujian top-markotopnya dibagi dua. Bagi yg mengikuti diskusi Eutanasia di Gudang ini, silakan juga untuk menyimak perbincangan di kolom komen Luqman:http://luqmanhakim.multiply.com/journal/item/386/Depresi_dan_Perilaku_Bunuh_Diri?replies_read=89
Siang ini, 19 Januari 2012, Wasiat kalimat Sondang yang ditemukan di buku tulisnya dibuka dalam acara mengenang Sondang di Kantor KontraS Jakarta:”Terkutuklah buat ketidakadilan,Terkutuklah buat ketidakpedulian,Terkutuklah buat kemiskinan,Terkutuklah buat rasa sakit dan sedih,Terkutuklah buat para penguasa jahat,Terkutuklah buat para penjahat,Setelah aku tidak punya rasa lagi!”(Sondang Hutagalung)
Kembali harus terjadi di Palopo:http://www.metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/03/12/146990/Seorang-Mahasiswa-Bakar-Diri-Tolak-Kenaikan-BBM/6
Keren fotonya. Mas Marto, Lapor, Aku hadir hari ini, Selamat beraktifitas dan senantiasa sehat selalu ya.