LONTHE KLAYAPAN CANNOT BE DIVIDED!

Saudari-saudariku

Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutangmu dihujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai

Dikutip dari sebait sajak WS Rendra

“Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”

Slut Walk adalah sebuah aksi kaum feminis dalam menyikapi pernyataan Michael Sanguinetti. Seorang polisi senior yang di sebuah Forum Keselamatan York University, Toronto, Kanada, pada 24 Januari 2011 menyampaikan kiat pencegahan kejahatan; “Perempuan harus menghindari berpakaian seperti pelacur agar tidak menjadi korban“.

Pernyataan tolol polisi yang saya curiga terinspirasi dari jawaban pemerkosa di ruang interogasi polisi itu segera memancing protes. Pada 3 April 2011, lebih dari tigaribu orang berkumpul di Queen Park, Toronto. Aksi dimulai dengan orasi dan kemudian berjalan menuju Mabes Polisi Toronto. Meskipun di dalam website para aktivis diminta berpakaian keseharian yang melambangkan perempuan biasa, namun tak sedikit perempuan yang justru sengaja tampil provokatif layaknya pelacur meski di tengah udara dingin. Pilihan ini tentu untuk meledek sikap moralis Michael Sanguinetti. Aksi tersebut dikenal dengan Slut Walk, sekaligus parodi dari istilah yang lebih tenar, Cat Walk. Aksi ini menjadi gerakan solidaritas di kota-kota besar dunia seperti Sao Paulo, Boston, Berlin, Amsterdam, London, New Delhi, Korea, Sydney, dan lainnya. Jessica Valenti seorang penulis isu-isu feminis berkata, “Dalam hanya beberapa bulan Slut Walk telah menjadi tindakan feminis paling sukses dalam duapuluh tahun terakhir“. Michael Sanguinetti, polisi senior itu mencabut ucapannya dan minta maaf.

Adalah Fauzi Bowo, Gubernur DKI yang berpanggilan akrab Foke, juga tak lama menyatakan permintaan maaf kepada publik pada 16 September 2011 setelah melansir candaan tolol serupa; “Bayangkan saja kalau orang naik mikrolet duduknya pakai rok mini, kan agak gerah juga. Sama kayak orang naik motor pakai celana pendek, ketat lagi, itu yang di belakangnya bisa goyang-goyang“. Pernyataan Foke itu menunjukkan tabiat lempar tanggung jawab para pejabat publik bila gagal berkinerja. Foke gagal memberi rasa aman bagi warganya yang dengan gampang diperkosa bahkan di dalam transportasi kota. Menyalahkan pilihan pakaian perempuan menjadi jalan termudah dan sekaligus meraih citra bersuasana moral. Banyolan Gubernur DKI memang tolol, namun belum mengalahkan pernyataan Ramli Mansur, Gubernur Aceh Barat di Jakarta Globe, 18 Agustus 2010, yang juara tolol sekaligus keji; “Perempuan yang berpakaian tidak berdasar syariah Islam, mereka seperti minta diperkosa“.

Pada 18 September 2011, masyarakat yang tergabung dalam “Aliansi Perempuan Menolak Perkosaan” menggelar demonstrasi di Bunderan Hotel Indonesia. Aksi ini dilakukan untuk terus mengingatkan para pejabat publik yang acap berkata-kata ngawur. “Kami terancam dengan ucapan pejabat publik seperti itu”, kata Faiza Mardzoeki, juru bicara aliansi. Rasanya upaya penyadaran kesetaraan jender tak akan pernah selesai selama cara berpikir masyarakat dan para pemangkunya masih machoistis. Dan memang sejarah ketololan selalu berulang. Menista perempuan dalam menentukan pilihan pakaian seolah menjadi sebuah tradisi.

Setidaknya protes semacam ini juga telah terjadi limabelas tahun yang lalu. Tahun 1996 limabelas Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memprotes keras Adwork Euro RSCG Ball Partnership atas iklan layanan masyarakat (ILM) yang dikeluarkannya. ILM tersebut menaruh sebuah kalimat tanya “Bagaimana angka kejahatan seksual bisa rendah kalau rok Anda semakin tinggi?” di antara paha perempuan yang memakai rok mini. Karena tidak menemukan iklan jadul itu di internet, saya melakukan rekonstruksi visual sedekat mungkin dengan aslinya agar bisa membantu pembaca blog melihat kembali iklan dimana Triawan Munaf menjadi pimpinan kreatifnya.

Foto seluruh tubuh pesohor ini ada di situs kapanlagi.com

Dalam jumpa wartawan di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Inonesia (YLBHI), Jakarta, 2 Pebruari 1996, Nursyahbani Katjasungkana, SH, koordinator kelimabelas LSM itu mengatakan; “Iklan itu merusak pemahaman yang telah terbentuk terhadap bentuk kejahatan seksual”.

Bagaimana sekarang? Pemberadaban memang selalu akan berhadapan dengan sikap dungu. Susahnya lagi sikap dungu tersebut seringkali berlandaskan ajaran moral posesif, atau disampaikan oleh pemimpin yang berkadar empati rendah, atau juga dikampanyekan dengan dangkal karena keterbatasan kreatif dalam mengolah redaksional pesan. Tak apa, saya hanya menunggu sampai tiba saatnya perempuan diharamkan karena serapat apapun pakaian yang dikenakan, para tolol tak pernah mampu mengendalikan nafsunya.

Keep walking Slut!