BUTUH/BUNUH TV?

[Tulisan terakhir dari tiga serial postingan] Sudah bertebaran sikap menolak televisi. Di berbagai media maupun forum diskusi lepas. Saya amati, dan membagi mereka dalam dua kelompok.

Kelompok pertama adalah yang menolak acara sampah (junk program). Kelompok ini tidak peduli stasiun televisi mana, asal acaranya dianggap sampah, matikan. Namun mereka masih bisa menerima satu – dua program ataupun stasiun televisi tertentu, karena sebagian besar acara yang mereka tayangkan dianggap cukup edukatif. “Buang program sampah dari televisi”.

Kelompok berikutnya adalah yang mengambil jalan ekstrim. Anti televisi. Bagi mereka, tidak ada acara televisi yang benar-benar bebas sampah. Bahkan program berita, yang oleh kelompok pertama masih bisa ditoleransi. Bagi kelompok ekstrim, selain media pemberitaan bisa dikendalikan oleh mereka yang berkuasa di belakangnya, seringkali kaidah jurnalisme tidak mereka jalankan dengan ketat. Seperti redaksional pembahasaannya yang sering luput. Maka, jargon mereka adalah; “Buang program sampah bersama televisinya”.

Kelompok pertama mulai eksis di kota-kota besar Indonesia, terutama Jakarta. Kelompok kedua masih sedikit penganutnya di Indonesia. Di Amerika, banyak orang yang mulai enggan mengikuti FOXNews dan CNN. Sementara di Eropa, kedua stasiun itu sudah lama tidak menarik bagi peminat berita televisi. Program yang lebih dulu ditinggalkan penonton Eropa adalah acara dakwah agama. Kalau di Indonesia semacam Mimbar Agama, Solusi, Kuliah Subuh, dan sebagainya. Program semacam ini semakin sempit jatah tayangnya. Bahkan di beberapa Negara khususnya Skandinavia, sudah hilang dari layar televisi. Namun bagi yang rajin mengikuti dakwah, ada stasiun tv yang justru khusus menayangkan program religi tersebut. Bagi kelompok ekstrim, program agama lebih sampah dibanding tayangan rumor kehidupan pesohor.

Kelompok pertama masih bisa mengerti bahwa kebutuhan televisi sebagai sarana hiburan rakyat nan murah adalah hal utaa, dan itu tidak mungkin disingkirkan dari ruang tamu meraka. Bagi kelompok ekstrim, adanya tv di ruangan manapun di dalam rumah ibarat menaruh berhala pembodohan. Menyalakan tv adalah bentuk pemujaan tersendiri terhadapnya.

Yang dibutuhkan dan terus diperjuangkan kelompok pertama adalah regulasi/pengaturan waktu dan isi tayang yang disesuaikan usia penonton. Hal ini tentu menjadi lucu bagi kelompok kedua, mengingat segmentasi penonton di Indonesia bukan sekadar usia. Indonesia adalah negara yang memiliki kompleksitas jauh lebih beragam dari negara manapun di dunia. Mengagungkan satu entitas mayoritas dalam media komunikasi nasional yang berdasar keragaman adalah ketidakadilan tersendiri. Minimal zonder tepaslira. Maka, acap ada pertanyaan seiring regulasi; “Siapa yang berani menghilangkan azan mahrib di tv?”. Metro TV pernah cuek dengan tidak melansir azan mahrib, namun kecuekannya tak bertahan lama. ANTV beruluk Assalamualaikum bahkan untuk membuka program berita. Saya jadi ingat ketika Gus Dur menghimbau agar mengganti Assalamualaikum dengan salam sesuai waktunya. Himbauan Gus Dur – seperti biasa – memicu polemik. Apabila saat itu ANTV sudah memberitakannya, pastilah stasiun tv ini menandang polemik tersendiri sebagai media yang secara fitrah memegang kaidah cover both side dan keseimbangan. Kembali ke permasalahan regulasi jam tayang, namun tetap pada soal azan mahrib, orang Jakarta memang zonder tepaslira. Bagaimana orang Papua (kalau toh pun seandainya mereka mayoritas Islam) harus mendengarkan azan yang dilansir TVRI secara sentral pada pukul 20.00 WIT? Saya tidak tahu apakah hal itu masih terjadi hingga kini di era otonomi daerah (juga dengan stasiun tv swasta nasional)? Kadang saya berpikir praktis untuk menyelesaikan persoalan regulasi isi dan waktu tayang tv itu; Lepaskan saja Papua.

Kemudian urusan pendampingan orang dewasa saat anak menonton televisi. Selain malas dan kesibukan, yang acap terjadi adalah justru merekalah penentu acara pilihannya. Akhirnya anaklah yang mendampingi orang dewasa nonton tv. Pendampingan secara teknis juga agak susah diterapkan, sebab banyak para orangtua tidak memahami bagaimana cara mendampingi anak. Mereka hanya tua,
bukan dewasa apalagi bijak. Sejauh ini tidak ada buku panduan dan kiat pendampingan serta pembimbingan anak dalam menonton tv. Yang ada buku panduan acara tv. Ada baiknya setiap stasiun tv menerbitkan buku panduan pendampingan itu.

Ketika Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) hadir, saya terkesima dan akhirnya terpecundangi oleh nama yang disandangnya; Pendidikan. Sebab kenyataannya stasiun milik anak orang kebal ini tidak kebal terhadap tuntutan pasar. Acara yang dilansir cenderung slapstick, seperti banyolan Warkop dan film ecek-ecek yang kadang esek-esek juga. Seperti sadar programnya yang semakin jauh dari misi mendidik, TPI terlihat malu-malu menutup kata Pendidikan dalam ikonnya dengan kata Keluarga. Saya tertipu lagi ketika Lativi mengudarakan stasiunnya dengan jargon, “Hanya menyajikan program yang bermutu dan terbaik untuk Anda”. Sampai akhirnya bermetamorfosa menjadi TV-ONE, “Program Bermutu” itu tidak pernah hadir. Mungkin saya yang salah dengar, mungkin jargon itu berujar, “Hanya menjanjikan program yang bermutu dan terbaik untuk Anda”. Barangkali RCTI yang cukup konsisten dengan janji. Slogan awalnya adalah “Saluran Hiburan dan Informasi”. Dan saya memaklumi dengan menaruh kata “Hiburan” di depan, maka Informasi harus rela untuk menyisihkan kaplingnya. “Seputar Indonesia” yang dulu menjadi andalan stasiun ini semakin kehilangan pamor oleh jeritan sinetronnya. Sinetron adalah primadona primetime RCTI mengalahkan stasiun tv lain. Namun begitu, lunturnya pamor “Seputar Indonesia” juga karena gigihnya pesaing utama di ranah pemberitaan yang semakin Tajam, Akurat, dan Terpercaya, “Liputan 6” SCTV. Belakangan, penyuka berita lebih mengarahkan chanelnya ke MetroTV yang menasbih diri sebagai stasiun khusus berita dan bebas sinetron. Di wilayah ini, tidak sedikit penonton berita – apalagi tipikal kelompok kedua alias kelompok ekstrim – selalu pasang kuda-kuda kewaspadaan. Mereka mengurai fakta di balik realita, bahwa ada Surya Paloh di balik semuanya. Tokoh elit GOLKAR, dekat dengan Cendana, pengemban amanat Orde Baru, dan sebagainya. Televisi boleh bebas sinetron, tapi belum tentu bebas kepentingan.

Pastilah kalau terus ditelisik akan banyak wilayah ketidaksepakatan keduanya. Kelompok pertama biasa menyebut kelompok kedua sebagai orang-orang fatalistik, sementara kelompok kedua menyebut lawannya sebagai kumpulan orang naif yang ambivalen.

Sedikit paradoksal, akan seru jika kedua kelompok anti sampah televisi itu adu argumentasi di televisi. Adakah kiranya stasiun televisi yang mau mengajangi debat mereka di salah satu programnya? Kita tunggu jam tayangnya!

(Setelah pariwara berikut ini…)


This entry was posted in Uncategorized. Bookmark the permalink.

34 Responses to BUTUH/BUNUH TV?

  1. arieharja says:

    tulisannya asik. illustrasi nya keren.

  2. cechgentong says:

    saya jarang nonton tv, kalaupun mau menonton tv paling tv kabel yang menyajikan discovery channel, national geographic, espn/star sport/eurosport (tv olahraga terutama sepakbola). Saya berharap ada tv khusus tentang pernak pernik pertanian seperti stasiun tv di spanyol dan israel. Kenapa Indonesia tidak ada yang berani membuat tv khusus pertanian takut ga ada penonton, padahal kita negara pertanian dan saya yakin banyak potensi pertanian di Indonesia yang dapat diungkap dan diinformasikan seperti teknologi pertanian, mesin-mesin tepat guna untuk pertanian, cara bertani yang baik dan lain-lain. Kenapa ga ada yang melirik? TVRI kurang fokus ke bidang itu padahal tvri punya misi sebagai tv pemerintah yang punya kewajiban untuk menyajikan siaran yang bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Oh ya satu lagi stasiun tv yang sering saya tonton yaitu history channel dari BBC atau PBC. Terima kasih.

  3. yaviajah says:

    Fuih,,tv…..Kalo tipi gada kasian orang yang ga punya biaya buat jalan2 ato hiburan lainnya..Tapi acara tv juga skrg aneh2..Apa lagi siluman2 ga jelas ituh…

  4. ibrani says:

    trims utk tulisannya.. lanjutannya ditunggu

  5. luqmanhakim says:

    martoart said: Sudah bertebaran sikap menolak televisi. Di berbagai media maupun forum diskusi lepas.

    Sulit dan dilematis. Saya yang ada di dalam malah ambigu dengan ini semua. Saya yang ada di dalam merasa, fenomena yang berkembang itu sama seperti memberi pengemis benda-benda yang tak dibutuhkannya. Misal, memberi pengemis film porno, memberi pengemis mobile phone tanpa SIM Card, memberi pengemis berbagai benda-benda lainnya yang saya katakan tadi, benda-benda yang tak dibutuhkan ketimbang yang dibutuhkan.Memang pengemis itu punya Playernya buat nyetel film porno?Pengemis pun juga manusia yang pengen nonton film porno, peduli nanti efek penyalurannya ke mana. Bisa dengan onani, atau malah memperkosa orang lain, siapapun baik suka-sama suka atau dipaksa yang bisa menyalurkan libidonya.Memang pengemis itu butuh berkomunikasi gadget? Namun dengan siapa?Pengemis juga butuh berkomunikasi, berinteraksi dengan orang lain, dengan masyarakat, dengan lingkungan. Tapi apa gunanya mobile phone tanpa SIM Card?Jalan pintas yang ditempuh, pengemis itu akan menjual lagi apa-apa yang diberi padanya karena memang belum bisa bermanfaat buat dirinya. Dijual jadi uang buat makan dia hari ini, syukur-syukur bila masih ada sisa buat hari esok.Yang terpenting dari ini semua, benarkah penonton televisi itu pengemis? Apakah sama dengan analogi yang saya sebut tadi?Yuk, berkontemplasi…

  6. airapi says:

    manusia dan semesta tercipta…manusia dikaruniai akal budi untuk mengelola semesta…akal budi digunakan untuk mengembangkan diri….segala perkembangan memiliki dampak baik positif maupun negatif….dampak positif memuliakan manusia…dampak negatif menghinakan manusia…ketika tiba masanya…manusia dan alam semesta hancur…entah mulia entah hina…proses ini sedang terjadi…tak ada yang mampu membendung…siapa pilih mati mulia…siapa pilih mati hina…terserah pilihan masing-masing…

  7. aidavyasa says:

    Muahahahahaha. Kamu M. Bisa ajah. Tp kusuka tipi. Mainan remote dr satu chanel ke chanel laen. Meski dah sebulan ga ngeTIPI, pun, juga betah. Ach km M. kita kan besar krn Tipi juga.

  8. rixco says:

    NUMPANG PASANG PROMO——————————————–Mari Kibarkan Merah Putih Di Headshot Multiply AndaHanya 3 Hari saja (16-18 Agustus 2008Harta, Tahta & Cinta Anda tidak hilang kokIni salah satu bentuk memupuk kekompakanRakyat Indonesia didunia MayaAyo teman teman DukungMengibarkan merah putih di internet selama 3 harisebarkan informasi ini,kelak tiap tahun akan terus seperti iniMerdeka !!!Klik Link dibawah ini..http://utara19.multiply.com/journal/item/21/Perayaan_17_Agustus_di_Multiply_Selama_3_Hari_Headshot_MP_kita_Merah_PutihKeby

  9. martoart says:

    Promo macam gini diijinkan. ayo men-temen, kalo belum bisa naroh di dada, taroh MP di MP-mu (Merah-Putih di Multy Ply-mu).

  10. arieharja says:

    mas,tulisan ini boleh kulink ke MPku? trimakasih.Merdeka!

  11. blackdarksun says:

    ku liat tv ketika SMALLVILLE mulai sampai acara pemutaran film selesai, bioskop TRANSTV kalo bagus, lalu acara MARIO TEGUH di O CHANNEL, kadang KICK ANDY dan MARIO TEGUH di METROTV, film bagus di O Channel, selain itu…….. tidaaaakkk…… mendengarkan musik dari radio lebih baik……

  12. martoart says:

    Arie dipersilakan. sebaiknya ketiganya (ini trilogi).

  13. ujiarso says:

    Kita tak sedang membunuh industri TV khan? tapi lagi merajut media awareness kepada masyarakat, terima kasih mas marto

  14. martoart says:

    itu laporan pandangan mata aja kok kang. semua termuara kepada pemirsa atau tidak pemirsanya. He he ngaku, aku baru aja pasang lagi tv karena butuh bbc, al-jazeera, discoverey, NGC, n bbrapa media pemberitaan lokal kok. semua yang masuk lewat mekanisme fit n proper test di otakku. he he…

  15. ujiarso says:

    martoart said: mekanisme fit n proper test di otakku. he he…

    itu dia yang jarang dipunyai pemirsa tv

  16. roebyarto says:

    martoart said: Sedikit paradoksal, akan seru jika kedua kelompok anti sampah televisi itu adu argumentasi di televisi. Adakah kiranya stasiun televisi yang mau mengajangi debat mereka di salah satu programnya? Kita tunggu jam tayangnya

    Tidak akan ada penayangan adu argumentasi bung… karena kelompok ke 2 tidak mau disiarkan di TV sementara kelompok ke 1 pinginnya disiarkan TV….

  17. martoart says:

    roebyarto said: Tidak akan ada penayangan adu argumentasi bung… karena kelompok ke 2 tidak mau disiarkan di TV sementara kelompok ke 1 pinginnya disiarkan TV….

    makanya saya bilang “paradoksal” Mas Roeby…thx anyway

  18. mimpikiri says:

    mars penyembah berhala-melancholic bitchSetiap tempat beratap bisaberubah jadi istanagaun terbaik adalah gaunyang kedap cuacatiduradalah berbaring… tenangdan memejam matamengganjal lapar dengan apa sajaberkhayalpun bisadan sesungguhnya,siapa yang membutuhkan imajinasijika kita sudah punya televisi,(semesta pepat pada 14 inci)o seseorang cubit aku di pipijika semua ini hanya dan hanya mimpi

  19. chanina says:

    ada lagi yang ga punya tipi, tapi karena kalo pulang nginepnya di rumah orang jadi ikut kebisingan dan dipaksa nonton tv, karena tv nya dinyalain 24 jam dan kalo ngga ikut duduk di depan tipi nggak ketemu yang punya rumah. (misalnya aku). hiks

  20. martoart says:

    poor u chan… hiks

  21. aidavyasa says:

    kotak hitam itu selalu setia menyambutku di tengah rumah.bagaimana aku bisa mengkhianatinya?

  22. martoart says:

    Gampang, dicet biru V

  23. wiloemanies says:

    Makasih Mas… tulisan bagus nih… Masih ada lanjutannya nggak?Ditunggu yak??

  24. martoart says:

    Thanks Jeng atas pujiannya. Ini terakhir trilogi aja (dua tulisan sebelumnya yg ttg tv dah baca?). Jadi dah tamat. Sekarang lagi asik nulis serial ttg agama dari sudut gelap. Judul serialnya; Tulisan untuk menghidupkan malam penuh rahmad. Dah mulai baca?eh, apa kabarmu?

  25. aidavyasa says:

    martoart said: itu laporan pandangan mata aja kok kang. semua termuara kepada pemirsa atau tidak pemirsanya. He he ngaku, aku baru aja pasang lagi tv karena butuh bbc, al-jazeera, discoverey, NGC, n bbrapa media pemberitaan lokal kok. semua yang masuk lewat mekanisme fit n proper test di otakku. he he…

    holygrail islam mu gimana?belum lama aku dapat kabar ada orang yang percaya bahwa fatimah putri rasul itu memang pernah ke indonesia 🙂

  26. martoart says:

    aidavyasa said: holygrail islam mu gimana?belum lama aku dapat kabar ada orang yang percaya bahwa fatimah putri rasul itu memang pernah ke indonesia 🙂

    Jumud V. baru beberapa halaman. Data dah lumayan banyak, ada juga yg ilang bersama komputernya. uuh!, mash perlu nranslet, juga lg sibux yg lain.Fatimah? dpt dari mana tuh? wah menarik.. mau dong.

  27. aidavyasa says:

    martoart said: Jumud V. baru beberapa halaman. Data dah lumayan banyak, ada juga yg ilang bersama komputernya. uuh!, mash perlu nranslet, juga lg sibux yg lain.Fatimah? dpt dari mana tuh? wah menarik.. mau dong.

    ntar ya …..

  28. wildanzizo says:

    kalau lagi seru2nya nonton film berantem di TV, pas iklan jangan dilewati Pak. ingat satu per satu produknya. kalau perlu catet. esoknya, posting lagi tulisan ‘jangan hadirkan kekerasan di rumah.’ jangan lupa, daftar produk yang mendukung kekerasan itu dilampirkan.Btw, pinjem illustrasinya ya, Pak. Buat belajar nulis.

  29. martoart says:

    Silakan… nak (kwakakakaka)

  30. afemaleguest says:

    aku pribadi termasuk kelompok yang kedua Kang, bener-bener anti tipi.sekitar setahun yan glalu ngomong gini di kelas, mahasiswaku ada yang komplain, dia bilang, banyak juga acara tipi yang layak tonton, misal Kick Andy dan Oprah Show.jawabanku, “I don’t want tv to rule my life.”dia, “if you can arrange your schedule to watch TV well, I don’t think TB will rule your life.”aku, “gimana aku ga akan merasa bahwa tipi tidak mengatur jadual hidupku? misal, aku pas mood mau nonton acara Kick Andy siang hari, seusai sepedaan pas hari minggu, eh, acaranya ga ada. atau malem hari sebelum tidur aku pengen nonton Oprah, eh, mainnya pas jam waktu aku sedang kelayapan naik sepeda keliling kota. so, kalau aku mau nonton acara-acara tipi, aku harus manut jadual acara itu nongol di tipi kan?” lol.negative impact gara-gara lama ga nonton tipi:misal, waktu di kelas mbahas tentang iklan-iklan yang tidak pantas ditayangkan pada waktu anak-anak kecil masih melek, my students memberi contoh ini itu itu ini, aku ga tahu apa-apa, saking ga pernah nonton tipi. hahahahaha … sampe satu kali dituduh salah satu mahasiswa kalau aku ga punya tipi di rumah. wkwkwkwk …

  31. martoart says:

    afemaleguest said: arrange your schedule

    masalahnya gak cuma jadwal, tapi juga soal daya pemahaman kita akan informasi yg fake or fact, yg lebay ato yg normal, dan bahkan normal itu seperti apa,… dst, dst..terlalu banyak jurnalis bego yg kurang training juga sih.

  32. afemaleguest says:

    setuju Kangitu juga yg bikin jengah nonton tipi 😀

Leave a reply to martoart Cancel reply